Privet!

selamat datang...

selamat menyantap hidangan kami.

Minggu, 26 Agustus 2012

Malu berkarya, Sesak matinya #3

ketika saya menulis catatan kecil ini saya sedang ditemani oleh speaker majelis taklim di masjid depan rumah tempat ibu-ibu mengaji siang, menurut Ustadzah -maaf saya tidak tahu nama beliau terkasih ini- ada sepuluh poin kebahagiaan yang dibagi dua, lima untuk akhirat dan lima lagi untuk dunia. tidak sampai tiga puluh orang ibu-ibu yang mengaji tetapi sungguh mendamaikan ceramahnya, berbeda dengan khutbah jum'at yang selalu menggebu-gebu dan terlalu lama sehingga kebanyakan jama'ah tertidur pulas.

usatdzah berkata menurut hadist -saya lupa riwayat siapa-, ada sepuluh kebahagiaan dunia dan akhirat, tetapi saya hanya tertarik membahas lima kebahagiaan di dunia yaitu:

1. ilmu, hanya orang yang berilmu yang bisa merasakan bahagia.
2. ibadah, hanya orang yang mengabdi kepada Allah ta'ala yang bisa merasakan bahagia.
3. Halal, hanya orang yang melakukan segala yang dihalalkan yang bisa merasakan bahagia
4. sabar, hanya kesabaran yang bisa menyingkap kenikmatan ihkas dan merasakan bahagia.
5. syukur, hanya orang yang pandai bersyukur yang bisa merasakan bahagia

sejujurnya berkarya adalah tugas bagi setiap manusia di dunia ini, bahkan ada pepatah yang berbunyi "gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang,, manusia mati meninggalkan nama"  lalu akan seperti apakah nama kita dipandang orang kelak setelah kita berpulang kepada sang maha penggenggam? apakah hanya dikenal oleh penjaga kuburan dan sanak keluarga saja? atau lebih dari itu, nama kita mengharumi dunia seperti Salahudin Al ayubi? tapi apa karya kita hingga kita ingin seperti Salahudin yang dikenal melintasi lingkaran bumi. Salahudin sudah berkarya dalam peradaban dunia karena kegagahannya melawan provokasi kontroversi investiture di Yerusallem dan Anthioch sampai pada perang salib.

tapi saya bukan akan membahas Salahudin Al Ayubbi kalau anda tertarik dengan Salahudin, anda bisa membaca buku karya Thariq Ali yang berjudul Books of Saladin -saya hanya membaca sedikit-. disini saya ingin mengandaikan bahwa berkarya itu berbahagia, seperti yang diungkap ustadzah di atas tentang kebahagiaan yang memiliki lima poin, lalu pertanyaannya dimana letak karya? letak karya ada di poin pertama, ilmu.. ya orang beilmu akan bisa berkarya, dan mereka -menurut hadist- adalah orang-orang yang akan bahagia. bentuk karya tentu saja bisa bermacam-macam tergantung ilmu yang kita kuasai asal muaranya adalah demi kemanusiaan bukan demi kepuasan semata. orang yang berkarya demi kepuasan adalah mereka yang lebih patut hidup jaman batu besar ketika semua saling intimidasi demi kepuasan belaka.

berkarya demi kemanusiaan, mengangkat martabat kita selaku manusia yang derajatnya sudah di tenggelamkan ke dasar oleh pihak-pihak yang berkarya atas dasar kepuasan. bukan perkara uang dan pujian tapi sebuah ketulusan, kefasihan dalam meraba kehidupan, memberikan pengantar bagi adik pejuang untuk segera melanjutkannya atau membuat karya nyata dengan tanggung jawab penuh secara keilmuan dan lingkungannya. coba tanyakan pada orang-orang yang mengaku profesor, arkeolog dan berbagai disiplin ilmu barat itu bagaimana teori terbentuknya bumi? bulan? matahari? mars? dan lebih luas lagi galaksi? apakah teori big bang sanggup menjawab? serahkanlah masalah itu pada Dzat yang berhak menjawabnya yaitu Tuhan segala alam, biarlah kita berkutat pada lingkungan kita dan semua yang terdikte di dalamnya.

mengapa orang terlalu menganggap makna berkarya dengan terlalu kerdil, hanya sekadar mencipta lalu selesai perkara. padahal ada beberapa perkara bawaan setelah kita berkarya. malu berkarya, sesak matinya... saya terus terang sedang menggapai angan-angan saya untuk melihat karya dari berbagai sisi, bukan hal yang berdiri sendri. kesendirian hanya cukup tersemat pada mereka yang otaknya sedikit mengalami gangguan, semisal orang stress, depresi dan terlebih lagi yang tidak waras. saya mencari-cari bentuk karya yang dapat dilihat, dihayati dan direnungi dari berbagai perspektif yang mungkin saja rumusannya kelak menjadi dasar pijakan -walaupun rapuh- bagi orang lain.

pertanyaan yang sering muncul dari beberapa teman adalah mengapa saya selalu menjadi kompor saja? mengapa saya tidak bicara kepada semua orang, kenapa harus memilih? saya jawab, tidak yakin semua orang bisa/mau/memiliki kesadaran akan potensinya, kebanyakan mereka harus dipacu, ditantang, dibujuk rayu agar terus berkarya. lalu apa negatif menjadi kompor disaat seperti itu? bahkan Malu berkarya, sesak matinya pun dianggap judul yang mengopori yang lain. ya justru itu tujuannya, mengapa saya tidak tag-in kawan-kawan sekalian? karena saya anggap hanya mereka yang peduli pada potensi sendirilah yang mau peduli pada potensi orang lain.

jangan berbicara tentang bagus atau tidak, tetapi berbicara tentang mau apa tidak. bagus atau tidak itu belum meiliki satuan ukur yang jelas karena hanya disiplin ilmu pasti yang meiliki alat satuan ukur semacam itu, tetapi jika berbicara mau atau tidak? saya nilai bagi mereka yang mau itu sudah menunjukkan betapa luar biasanya yang bersangkutan. ada lima kebahagiaan dan ilmu menempati urutan pertama, bisakah anda bayangkan jika Ibnu Sina, Ibnu Al Haitham, Abbas Ibnu Firnas,dan Jabir Ibnu Hayan tidak berkarya? tentu hidup kita akan selit mengkelit dan masih suram.

mengapa saya mengambil contoh para penemu dari kalangan muslim? sejatinya saya tertarik dengan tulisan Ali Akbar Velayati yang menganggap bahwa keilmuan ditangan kalangan muslim memiliki tanggung jawabnya dan saling hidup menghidupi dengan keilmuan lain, berbeda dengan keilmuan ditangan barat yang semakin hari justru diejawantahkan menjadi beragam disiplin semakin mencari perbedaan dan digarap dengan asal hanya untuk mencari apa yang dinamakan keuntungan bagi diri sendiri, kaum sendiri, bangsa sendiri dan mengorbankan individu di luar mereka.

malu berkarya, sesak matinya.

saya yakin kesadaran akan tiba dengan berbagai tahap, dan berkarya memang tidak mudah. kekeliruan kita adalah ketika kita justru bertanya kepada orang lain karya apa yang bisa kita lakukan? padahal kesadaran itulah yang akan menuntun kita, ingat hanya orang yang mengetahui keinginannya dan tidak menyerah kepada propaganda dunia lah yang mampu berkarya, yang sejatinya akan membawa pada kebahagiaan dan kemaslahatan orang banyak. seperti karya tuhan yang paling agung yaitu beribadah, adakah satu agama pun yang mengajarkan kita beribadah secara sendiri? paling tidak selama saya mengentahui secara umum sepertinya belum ada. karena kesendirian tidak akan membangun kebahagiaan, adakah yang disebut keluarga tapi hanya ada seorang ayah/ibu/anak disitu?

mari kita berseru terhadap keluhuran Tuhan, kebaikan dari setiap nafas yang masih bisa kita gapai, berlomba-lomba mencari kebaikan dan menolong sesama. berkarya atas nama kemanusiaan, yang tidak bisa diejawantahkan oleh orang barat menjadi ras unggul, ras berwarna, ras pribumi atau jaman modern ini menjadi dikotomi agama-agama. ah apa gunanya lagi kita takluk kepada karya-karya barat yang usang itu? sudah saatnya kita berkarya sendiri mebuang jauh-jauh ilmu barat yang dibuat tanpa disertai tanggung jawab terhadap kemanusiaan.

malu berkarya , sesak matinya...
sudah berkarya, lepas tanggung jawabnya... itu pengecut.



foto : Dokumen kazegatana.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar