Privet!

selamat datang...

selamat menyantap hidangan kami.

Minggu, 26 Agustus 2012

Partitur Hujan




kau masih tertidur ketika kusibak tirai itu, kau lelah dan tidurmu pulas sekali. perjalanan kita terlalu jauh dan kupikir akan sangat adil membiarkanmu tetap menikmati waktu istirahat. semalam kau memintaku untuk memetik cahaya, tapi aku memberimu beberapa kunang-kunang dan kau hanya tersenyum. kunang-kunang dalam botol air mineral itu bercahaya gelap redup dengan ritme yang terjaga dan kau selalu tersenyum memandanginya. kita pergi terlalu jauh, melewati tepian tanjung dan melibas bukit-bukit, maka aku akan berikan apapun yang kau minta karena kau telah setia menjaga dan menemaniku. hidup diwaktu senja denganmu sungguh memberikan arti, kau melahirkan bahagia dalam setiap tatapan matamu.

mungkin usia kita tak akan lama, tapi kita selalu bersama dan saling menguatkan. karena kau lah aku belum ingin mati, aku ingin bertahan sekuat mungkin dan ingin menemanimu selama aku bisa. kau tau setiap malam rasanya aku ingin sekali menulis puisi untukmu seperti ketika aku muda dulu, tetapi sekarang aku lebih sering lupa ketimbang menulis. namun kau tetap tersenyum, menghiburku dengan kata-kata yang sering kau ucapkan semenjak dulu "kau adalah segalanya", kata-kata itulah yang membuat hatiku bergetar bila mendengarnya.

kau masih terlelap, dan aku masih mencoba menuliskan puisi untukmu. kamar ini begitu hangat walau di luar hujan turun menjamah tiap sela diantara jendela kaca milik kita, puisi untukmu urung selesai dan aku begitu lupa bagaimana menuliskannya, lupa kalau kau bisa kuabadikan bukan hanya dalam sekadar puisi. kita terlampau tua untuk berbicara masalah cinta, seperti magnet yang  berkurang dayanya hingga kita terjatuh dan akan tercerai berai.

sebenaranya apalagi yang kita harapkan di umur yang sudah senja ini selain bisa bersama, dulu kita berharap Tuhan bermurah hati menitipkan anak pada kita tapi harapan kita pupus setelah dokter mendapati kerusakan di rahimmu. apa yang bisa kita harapkan? "kau adalah segalanya" bisikmu ketika aku merasa jengah dengan hidup yang tak berhujung, kita tak pernah bosan dalam mencintai tapi kita terlalu bosan dalam menjalaninya. kota yang penuh kemurungan, jalan-jalannya yang menjadi adu pacuan, hutan kotanya yang terkekang bangunan-bangunan angkuh, serta nafas penduduknya yang tak berlafal ayat-ayat dari rumah ibadah.

mari kita buat resolusi di masa tua, memiliki seekor kucing mungkin akan menarik... tapi aku takut kau tidak menyukainya, takut kau merasa tersaingi. aku sudah kehabisan akal untuk membuatmu bersemangat, pipimu yang halus putih itu terpagut oleh waktu sehingga kusadari bahwa kita memang bagai senja yang segera menyongsong gelap. apakah kita akan menutupnya dengan senyum kebersamaan? dibalik tembok rumah kita, di halaman yang bisa kita intip melalui jendela kau sengaja memintaku untuk membuatkanmu ayunan, jungkat- jungkit dan berbagai macam permainan. ternyata kau minta semua itu sengaja untuk memuaskan gairahmu. kau ingin sekali mengundang anak-anak kecil di sekitar rumah kita bersemangat di kala senja dan tenggelam dalam permainan yang seru. kau ingin sekali mendengar suara mereka yang riuh rendah seperti melukiskan kebahagiaan sisi lain mereka dari sekadar kasih sayang sang bunda dan ayah. senjamu kini lebih berwarna dengan peringai lucu anak-anak itu.

selalu ketika senja tiba, kau akan memintaku untuk menuliskan sebuah puisi, tentang mereka tentunya. tapi aku sudah terlalu senja, sudah rabun mataku untuk meraba keriangan mereka dan tak mampu mengimbangi kegesitan, kelincahan dan gairah mereka dengan gerak lamban pikiranku. apa kau ingat waktu kita sama-sama menjadi guru? waktu itu kau selalu semangat menyambut pagi, walaupun akan lesu saat senja bermula. biasanya pagi harinya kau begitu semangat membujukku untuk mempercepat kayuh sepedaku agar cepat sampai di taman kanak-kanak tempat kau mengajar. sekarang kita begitu senja, hingga anak-anak pun merasa lelah dan tak ada waktu lagi untuk menunggu kita yang terlampau lambat tanpa gairah. perlahan mereka pun asik bermain sendiri tanpa memedulikan kita.

kita sudah pergi terlalu jauh, seperti kunang-kunang yang mulai limbung di dalam botol mineral, mungkin kerlipnya sebentar lagi akan mati. kau bilang "kau adalah segalanya" seperti sejak awal ketika aku selalu sendu akan semangat yang patah. kau masih tertidur, hujan di luar kamar ini belum berhenti, puisi yang kutulis juga urung selesai karena aku terlalu lupa untuk mengingat kata-kata, kehangatan kita juga tak pernah berkurang dan apalagi yang harus diharapkan. perjalanan kita tak pernah berhenti dan kebersamaan kita adalah abadi, kututup kembali tirai yang kacanya dihiasi alur air yang terjun bebas bagai partitur hujan. ketenangan, sudah siapkah kau untuk memulai perjalanan tanpa lelah. seperti sebuah puisi, yang kutulis kata terakhirnya di saat senja perlahan berubah gelap.

"KAU ADALAH SEGALANYA".. BAGIKU.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar