Privet!

selamat datang...

selamat menyantap hidangan kami.

Minggu, 26 Agustus 2012

Malu berkarya, Sesak matinya #4

Euforia sesaat di gelanggan seni maha luas..

malu berkarya, sesak matinya...

dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. agaknya pepatah lama ini masih menancap kuat dibenak kita semua melesap di segala kegiatan kita termasuk dalam hal berkesenian khususnya teater. sebelum membuat tulisan ini saya melihat-lihat album foto milik salah satu teman jejaring sosial saya, album foto itu berisi perihal kegiatan berkeseniannya, ada dorongan dalam diri saya untuk menikmati kembali keindahan pentas seni tetapi saya kembali berpikir bahwa saya tak boleh egois memaksakan kehendak saya pribadi mengenyampingkan kebutuhan berbagai pihak untuk menambah jam terbang mereka. di foto ini saya lihat kebanggan tersendiri dari pelaku kesenian itu -teman saya- dan bagi saya tak ada pencapain yang paling indah selain sukses dalam berkesenian.

bagi mereka yang baru berpijak pada ranah kesenian khususnya teater tentu hal ini semacam euforia sesaat, terlebih mereka tidak dibarengi dengan bekal ilmu yang mumpuni untuk menjawab semua persoalan yang ada. nampaknya hal ini adalah warisan yang salah, diwariskan oleh golongan alumni yang salah kaprah memandang kesenian, salah kaprah memandang eksistensi dari seni itu sendiri sehingga euforia ini terus berkelanjutan. saya jadi ingin membahas curahan hati salah satu sahabat saya mengenai jawaban atas pertanyaan "apa itu arti teatrikal" yang kemudian dijawab -oleh yang saya anggap euforia- "teatrikal adalah gerakan", lucu memang tapi tak pantas untuk kita tertawakan karena kita punya tanggung jawab yang sangat besar disitu, meluruskan kekeliruan-kekeliruan yang terjadi.

yang harus ditekankan disini bukanlah siapa yang lebih baik seperti festival kesenian yang ujung-ujungnya hanya menjadikan seni sebagai komoditas persaingan yang keliru. sudah saatnya lah insan kesenian bergerak ke arah yang lebih luas yaitu memandang seni sebagai sarana bagi refleksi manusia, seperti apa yang diungkapkan oleh Kang Iman Soleh dalam wawancara dengan salah seorang teman saya, bahwa "bukan soal pentasnya yang sukses atau tidak, tetapi setelah pentas itu penonton dapat apa", ya benar apa yang di dapat penonton setelahnya? apakah kita akan tetap dihantui persepsi orangtua kita bahwa berteater itu jingkrak-jinkrak,jungkir balik, guling-guling gak jelas kayak orang gila? atau malah kita memberikan pemahaman baru terhadap mereka bahwa pencapaian dalam teater adalah mengenai nilai estetis, keindahan visual, dialog, yang telah sukses saya lakukan untuk mengubah paradigma ibu saya terkasih ketika beliau menghadiri pertunjukan saya bersama teman-teman di Gedung Kesenian Jakarta tahun lalu.

ya itulah tugas kita, mempromosikan seni khususnya teater kepada semua elemen yang selama ini bersebrangan dengan alur proses kreatif yang kita jalani. berkarya memang bisa diciptakan lewat berbagai bentuk tanpa mengurangi esensinya sebagai karya tentu, tapi dibalik itu semua kita harus mampu menempatkan karya-karya kita ini bukan sebagai hal yang berseberangan terlebih berlawanan dan konfrontatif, mari bertujuan bahwa karya kita saling menghidupi satu sama lain agar kita lebih mudah meraba persaudaraan sehingga tidak ada lagi bahasa saling mengalahkan tetapi saling melengkapi. hingga dicapailah suatu kepentingan bersama yang sinergi dan bisa saling menjaga keragaman yang ada dalam satu fondasi kuat bernama kemanusiaan.

kembali ke masalah album foto teman saya ini, pertanyaan yang mucul bagi saya adalah apakah salah euforia semacam itu? gelanggan seni khususnya teater memang maha luas dan solusinya tidak hanya dengan menjadi dikenal untuk mendobrak itu, tetapi ada jalan lain yaitu memberikan nilai tanggung jawab yang besar terhadap pentas-pentas yang kita lakukan. ada baiknya kita semua menjadi sosok yang inspiratif bagi kawan-kawan yang ingin menggeluti kesenian ini, bukan justru mereka diajarkan soal adat lama yang penuh persaingan dan kecurigaan melainkan nilai-nilai universalitas kesenian itu sendiri. bagi saya -yang tentu saja bukan siapa-siapa- hal ini merupakan kesalahan pola pikir sejak awal ketika kita berkomitmen perihal ini. dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung, bagi saya tidak salah namun penerapannya harus tepat dan sesuai bukan berarti kita menjadi manusia yang dibutakan kebanggan sendiri tanpa memiliki tanggung jawab terhadap kawan-kawan kita yang lain yang sejujurnya diajarkan mengenai adat lama kesenian tersebut.

euforia sesaat di gelanggang seni maha luas,
maju-mundur, tarik-ulur, buka-tutup
seni ideal demi kemanusiaan...



foto: dokumen mallickart.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar