Privet!

selamat datang...

selamat menyantap hidangan kami.

Minggu, 26 Agustus 2012

Hitung-hitungan ala anak TK

adik, berapa satu tambah satu?", "sebelas..." "kalau satu dikurang satu?", "dua..."

begitu kira-kira percakapan saya dengan sepupu saya yang umurnya jauh tenggelam dari umur saya. satu ditambah satu sama dengan sebelas, mungkin bagi mereka yang otaknya sudah dikonversikan ilmu pasti ini merupakan guyonan, namun ada hal menarik dari jawaban sepupu saya ini. sekalipun saya katakan itu salah tetap iya rasa benar, bahkan ia menyodorkan kedua telunjuknya dan menjelaskan "hayo ini berapa?" saya jawab "dua", "bukan,, ini sebelas" ia menjelaskan dengan analoginya sendiri, menurutnya kalau dua telunjuk -jari kiri dan kanan- disatukan itu berarti angka sebelas, lalu jika jari telunjuk dan jari tengah dalam satu tangan itu baru namanya dua.

lalu bagaimana dengan soal pengurangan yang saya tanyakan? mana bisa satu dikurang satu menjadi dua? sepupu saya itu belum usai menjawab pertanyaan saya -pertanyaan khas orang dewasa yang selalu membutuhkan alasan logis- ia pergi menaiki tangga dan berkali-kali menuruninya lagi dengn keasyikan sendiri. sepupu saya yang perempuan ini masih bersijengkat dengn manisnya, bahkan terkadang ia masih sulit membedakan makna 'kepala' dan 'kelapa' tetapi kenapa jawaban mengenai analogi jari miliknya itu mengganggu saya ya? saya jadi teringat salah satu artikel tentang ekonomi, seorang pakar ekonomi mengatakan -mungkin seperti ini- "cara berinvestasi dan menjadi kaya adalah dengan memberi" kemudian ia menjelaskan bahwasanya dengan memberi membuat perputaran uang semakin dinamis dan menstimulus usaha-usaha yang lain singkatnya seperti satu dikurang satu sama dengan dua. entah bagaimana fasenya kemudian kata 'memberi' itu saya terjemahkan dalam bahasa saya sendiri yaitu beramal.

seorang kawan pernah berkata pula "kalau mau sukses dan kaya itu kuncinya cuma dua, yaitu shalat dan zakat" benar apa yang dikatakan teman saya ini, kemudian saya menemukan kata shalat yang sering di dampingin dengan kata zakat pada beberapa ayat Al qur'an. tetapi kembali ke persoalan sepupu saya ini? bagaimana bisa satu dikurangi satu sama dengan dua? aku penasaran ingin tau bagaimana ia memandang dunianya sendiri dengan polos dan berdiri sendiri -tidak dipengaruhi pikiran-pikiran lain- ia berkata "aku kan punya kelinci, eh udah hamil mas anaknya ada dua.. tapi yang ibunya mati jadi tinggal dua deh. gedenya lebih dari kucing itu" ia menjelaskan hal itu sembari menunjuk kucing saya yang tidur malas di bawah tangga. ayahnya seperti mengiyakan saja, maklumlah katanya beberapa kelinci yang ia beli sudah banyak yang mati akibat teledor memberi makan bahkan kata sang ayah kelinci itu tidak hamil karena jantan tapi ia membeli baru sepasang kelinci untuk mengobati kedukaan anaknya yang ditinggal mati kelinci.

jadi seperti itu mengapa ia begitu yakin satu dikurangi satu sama dengan dua? saya tak berhenti tersenyum bahkan ketia ia menilai beberapa perabot rumah kami. sepertinya menyenangkan memiliki gaya berhitung ala anak TK,  tak ada ambisi tentang ilmu pasti. jadi teringat sebuah film, August Rush judulnya. ya mungkin penggambarannya terlalu berbeda karena itu film dan ini kenyataan, karena tokoh Evan Taylor yang diperankan Freddie Highmore dikisahkan sudah berumur lebih tua, tapi bukan karena itu saya jadi teringat tentang film August Rush tetapi karena bagaimana keyakinan akan sesuatu yang hidup dalam alam pikirnya yang ia yakini ada dan orang lain tak mengerti sama sekali tentang itu.

begitulah sepupu saya mengajarkan saya tentang bagaimana pentingnya menghidupi dunia sendiri, menghakimi dosa semua orang di dunia dengan membuat pengadilan kecil di dunia sendiri yang benar-benar sah manejadi milik kita. hitung-hitungan saja bisa kita yang mengukurnya apalagi segi persoalan lain yang tidak punya alat ukur yang jelas? tentu kita tidak perlu lagi berpusing-pusing ria memikirkan sesuatu yang membosankan, semua jadi indah di mata kita. tapi apakah benar begitu ya? saya menjadi ragu setelah melihat begitu ketergantungannya sepupuku ini pada sosok ayah, itu pula yang kami sekeluarga diskusikan, kenapa ia hanya mau di momong oleh ayahnya? ibuku yang juga kakak kandung dari ayahnya berkata "pak lik mu itu terlalu sayang sama anak-anaknya, makanya anak-nya gak bisa lepas" begitu menurut ibu.

tetapi justru kata-kata ibu itu membuat saya tersenyum, ya benar.. gumam saya. cara satu-satunya untuk menaklukan dunia anak-anak itu adalah dengan kasih sayang, bahkan bukan saja anak-anak yang takluk hewan pun juga akan takluk dan tak perlu diragukan lagi apa imbasnya. tapai apa bisa menaklukan manusia dewasa yang pikiranya selalu dihantui waspada? mungkin sudah saatnya kita bermain hitung-hitungan ala anak TK, satu di kurang satu sama dengan dua.. satu kali gagal akan berkalkulasi dua keberhasilan... satu ditambah satu sama dengan sebelas, satu keberhasilan akan berkalkulasi sebelas keberhasilan lain. andai saja kasih sayang benar-benar menjamah tiap-tiap kita, saya yakin kita akan menjadi pribadi yang lengkap dengan sikap yang arif dan murni dalam satu waktu. menjadi pemikir yang berpikir di dunia nyata dan dunia pribadinya seperti hitung-hitungan anak TK.

terima kasih adinda Icha
Pak' lik Riyadi..
guru setiap waktu :)

saya angkat topi saya untuk kalian semua.. (^.^)




foto : dokumen majalahopini.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar