tak ada yang pernah berpikir bahwasanya kota Jakarta bukan sesempit persoalan-persoalan itu-itu saja yang mudah ditemui di surat kabar, seperti banjir, macet, kriminalitas dan pengangguran, tetapi masih ada kemurungan lain. tulisan ini berawal dari kekesalan saya atas pasukan oranye pendukung Persija, sore itu tim kebanggaan mereka berhasil mengalahkan musuh bebuyutan Persib. tumpah ruahlah mereka di jalan dari mulai jalan Pintu Gelora IX Senayan sampai Hotel Mulia dan dari jalan Pintu Gelora I sampai jalan Sudirman, seakan komplek Stadion Utama Gelora Bung Karno itu dikepung oleh ribuan pendukung Persija -banyak juga yang datang dari pinggiran Jakarta seperti Bekasi,Tangerang dan Depok- dan memang di kala seperti ini superioritas suporter sangat tinggi sedikit saja menyulut api provokasi ya sudah bisa gawat jadinya.
kebetulan sore itu saya sudah punya janji dengan seorang teman ingin menonton pertunjukan monolog, sepeda motor yang sebelumnya saya kebut melaju tanpa hambatan melewati jalan Iskandar Muda lalu jalan Pakubowono sampai jalan Hang Lekir tiba-tiba mandek dan terjebak macet di jalan Asia-Afrika Senayan, "ada apa gerangan" sayup-sayup terdengar suara dari kejauhan terdengar hiruk pikuk yang lebih layak disebut sebagai teriakan daripada nyanyian. semua kendaraan berhenti tak jalan satu centimeter pun, statis kaku memadati sampai kebahu jalan yang di jajah pengendara motor. akhirnya beberapa polisi mengurai masa pendukung Persija itu menjauh dari jalan dengan cara yang menurut saya agak sopan -terkhusus bagi polisi- akhirnya berbagai kendaraan bisa berjalan perlahan seperti canggung melewati kerumunan oranye -warna yang diadopsi dari kolonialis belanda- takut pola tingkah mereka bisa merusak kendaraan kesayangan kami. tapi hanya beberapa puluh meter pendukung Persija kembali merangsek ke jalan, alhasil macet kembali melanda. di samping kiri sepeda motor saya ada sebuah mobil bagus entah mereknya apa mungkin ford atau apa, lalu di samping kanan saya ada angkot biru yang di hiasi dengan atribut Persija yang sedang parkir dengan beberapa anak muda duduk di atasnya memukuli senar drum.
saya sebelumnya tidak tau jika mobil di samping kanan saya ini dikendarai seorang wanita cantik sampai pendukung Persija yang berusia tanggung itu berteriak "jablay.. jablay" sambil bertingkah seolah -maaf- sedang senggama menggerakkan daerah kemaluaanya maju mundur. sebenarnya saya jengkel dengan mereka, kalau saja jumlahnya masih itungan jari mungkin bocah tanggung ini tidak berani bertindak seperti itu. kulihat wanita yang mengendarai mobil itu tidak menghiraukan dan terlihat begitu nyaman dalam mobilnya dengan alunan lagu dan kaca yang tertutup rapat. saya mengerti apa yang sedang ia pikir, mungkin sama seperti saya juga yang berpikir kapan kendaraan saya bisa melalui jalan ini. tepat di depan Hotel Atlet Century Park gerombolan pendukung persija yang berjalan kaki dari pintu satu senayan datang. "persib k***l,,, persib A****g" begitu berulang-uang mereka berteriak-teriak terhadap pengguna jalan yang terjebak macet parah. lalu entah angin apa ada teriakan yang bilang "ayo sweeping suporter persib, pukulin,,bunuh.." akhirnya mereka memeriksa kami pengguna jalan layaknya polisi yang memilik hak.
tambah macetlah jalan Pintu Gelora I, padat sekali, puluhan anak berusia tanggung itu saya jamin sebenarnya tak tau apa yang mereka lakukan. tiba-tiba saja mereka menjadi berkuasa, di belakang saya para pengendara atau boncenger wanita sudah turun bergegas pergi ke arah Fx dan mencari suaka perlindungan sekuriti disana dan meninggalkan kendaraan mereka di jalan. lalu semakin menjadilah ulah pendukung Persija ini mereka mengintrogasi beberapa orang. "Viking??", ditujukan ke semua orang termasuk saya. pemuda kurus dengan kulit hitam dan jerawat di mukanya bertanya pada saya "Viking?", saya jawab "bukan", "ni motor lu warna biru", saya diam pasrah motor saya di cuil-cuil oleh orang itu, setelah itu saya terselamatkan entah oleh apa, tiba-tiba kerumunan orang beridentitas oranye itu pergi ke jalan Sudirman -mungkin mereka mengejar bus untuk pulang- maka terurailah kerumunan di jalan dan motor pun bisa menembus jalan Pintu Gelora I.
sejujurnya hati saya kesal bukan kepalang, soalnya karena tingkah mereka menyandera saya dalam kemacetan dan sweeping bodoh hampir selama 30 menit di bilangan Senayan, rencana menonton monolog pun batal karena teman saya tak kunjung membalas pesan kiriman saya ke telepon selulernya. sisi lain Jakarta, sisi kemurungan lain yang justru datang dari segelintir orang yang mengaku yang Mpunya Jakarta, ironis sekali laku mereka. mengingat kejadian itu saya seperti disadarkan dengan pertanyaan "sebenarnya siapa yang salah dalam hal ini?" pendidikan atau lingkungan? saya tak berani berasumsi toh kampus-yang katanya tempat berkumpulnya intelektual- saya kuliah saja masih ada perkumpulan suporter Persija walau hanya bilangan hitung puluhan.
balik lagi pertanyaan saya lempar kepada anda, diantara persepsi tentang kemapanan berpikir warga Jakarta kita semua menemui duri dalam daging, identitas warga Jakarta yang mencemari ketenangan kita semua hanya demi sebuah klub sepakbola. lalu pertanyaan dilontarkan kepada siapa ketika kita melihat sesama pendukung Persija itu saling bernafsu membunuh satu sama lain, terlebih di dalamnya begitu banyak melibatkan kaum muda belia yang belum sama sekali mengerti tentang keberadaannya di stadion dan menyanyikan yel yel yang hampir sama terdengar dari puluhan stadion di Indonesia itu.
mari kita renungi sisi lain kemurungan Jakarta dan bertindak atas nama tanggung jawab intelektual kita.
foto: google key search "persija"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar