Privet!

selamat datang...

selamat menyantap hidangan kami.

Senin, 27 Agustus 2012

Mirisnya sebuah sebuah Republik

foto: kreavi.com

belum tahu apa yang akan kutulis disini dari sebuah ide yang tidak begitu menarik, hanya sebuah perasaan pesimis tentang sebuah kemerdekaan itu. belum genap sebulan kita merayakan hari jadi republik yang ke 67, namun berbagai persoalan kebangsaan muncul lagi. yang kusesalkan mengapa harus mengatasnamakan Islam? agama yang sejatinya sudah sempurna tanpa sebual embel Syiah, Sunni, Salaf dsb. pertanyaannya MENGAPA? di madura terjadi bentrokan yang mengambil 1 nyawa melayang, penyebabnya tak begitu jelas tetapi banyak yang menduga akibat pertentangan klasik Syiah dan Sunni yang mungkin selama ini perkembangan konflik itu hanya pada wilayah Kaukasus dan Timur Tengah saja, namun hadir dan tersaji tak kalah garang di Indonesia.


 foto: http://ridwanaz.com

apakah ada pemain dibelakang semua ini? apakah sengaja dihembuskan isu ini agar terjadi kemelut dan ketakuan diantara umat beragama di Indonesia? logikanya seperti ini jika kita mampu membunuh dan mengusir sesama umat muslim bagaimana dengan umat non muslim? terlebih seakan corak umat muslim yang fanatik lewat hadirnya beberapa Habib yang entah nasabnya dari mana, jemaah-jemaah yang memiliki afiliasi politik sendiri, atau sekadar sebuah komunitas yang mendasarkan syariat sebagai perjuangan. tetapi cobalah bijak melihat segala sesuatu, bukankah Islam adalah Rahmatan lil alamin (rahmat bagi semesta)? lalu mengapa kini kita cenderung ganas dan tamak terhadap eksistensi jemaah dan komunal yang kalau bijak cukuplah Allah swt sebagai penjaga agama ini.

masih segar benar betapa berita pertikaian di Rohingnya begitu menyayat hati kita, tangis mereka kita klaim sebagai tangis kita, seakan merasakan kedukaan yang sama dan rela mengulurkan tangan untuk membantu. atu tenatng palestina yang negaranya kita cintai bagaikan negara sendiri bahkan tak jarang kita lebih sering memasang bendera palestina ketimbang sang saka merah putih, namun mengapa kita berbuat hal serupa untuk menindas yang lemah? bahkan terhadap saudasra sendiri? sudahkah hilang sebuah kekuatan dialog yang terbuka dan arif untuk menyelesaikan masalah hingga semua harus dilakukan dengan tindakan?.

 mungkin ini menjadi renungan kita bersama bagaimana kondisi bangsa kita ini yang selalu seakan mudah sekali diprovokasi, sehingga menjadi mainan politik bagi orang-orang besar yang entah siapa saja orangnya. harusnya kita berkaca pada diri sendiri, belajar memahami semua fenomena yang ada, jangan biarkan hati mengeras oleh karena fanatisme yang berlebih karena akan kerdil pula otak kita jika sudah dibutakan fanatisme sempit. ya tetap saja ini akan menjadi sebuah pekerjaan rumah yang besar untuk kita, karena masa depan ada pada tindakan dan orientasi kita yang akan menyongsongnya.

bukan lagi berangan-angan tentang kejayaan Sriwijaya atau Majapahit tetapi melihat tantangan ke depan yang jauh lebih terjal dan gelap dengan persiapan yang matang. menghargai perbedaan yang menjadi dasar terbentuknya republik, romantisme untuk tetap menggunakan diksi-diksi perjuangan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bung, dan pemuda, yang semuanya sudah disulap oleh waktu hanya menjadi sebutan Indonesia, bapak, dan remaja yang kehilangan semangat revolusioner dan seakan sebuah sebutan yang menentramkan sampai-sampai mental kita seakan tentram dan tak ingin bekerja keras lagi seperti para founding father kita dahulu.


foto: dakwatuna.com

konflik-konflik yang terjadi di Republik adalah sebuah permainan dan intrik untuk memecah belah bangsa, untuk saling membenci hingga nanti kita benar-benar tercerai dari apa yang ada kini. satu-satunya cara filtrasi semua iniadalah dengan adanya niat dan kemauan untuk membenahi masa depan yang suah bocor disana sini dengan tekad yang kuat, penghargaan kepada perbedaan seperti yang tertuang dalam pancasila, dan akses yang luas di bidang pendidikan. republik ini bukan sebuah etalase kegagalan seperti yang sudah kita lewati lebih dari setengah abad lalu tetapi repoblik ini adalah sebuah maket dari peradaban yang madani, dan tangga itu sedang kita titi satu persatu.

apa yang sejatinya ada dalam pikiran kita adalah sebuah cita-cita dan harapan yang menunggu sebuah tindak nyata dalam kehidupan. menjadi beda bukan berarti kita membeda-bedakan karena perbedaan itu natural bukan dibuat-buat, dan yang terpenting adalah bagaiaman kita memandang perbedaan itu. republiku yang tercinta perjuangan masih terus terwariskan untuk terus meninggalkan jurang kemiskinan, untuk terus maju menyongsong hari dimana kelak tidak ada kata "terlalu" disana, negeri dimana para malaikat menjadikan taman-tamannya sebagai tempat bermain, negeri dimana perbedaan adalah sebuah alasan untuk saling menguatkan.

mungkin sudah saatnya tulisan tanpa referensi ini saya sudahi, nanti mungkin tulisan ini akan dibaca kelak ketika kita sudah menanggalkan predikat generasi nol baca.
 
foto: dinaryuliati.blogspot.com

fenomena alay di layar kaca


surya-cakra.blogspot.com

istilah alay awalnya adalah merujuk kepada kepada anak kecil yang mengahbiskan waktunya untuk bermain layangan, dengan ciri kulit hitam dan rambut kecokelatan karena terpanggang matahari. namun makna alay yang awalnya anak layangan meluas kepada semua orang yang norak atau jika mengutip kata mas tukul Ndesssooo! ya begitulah alay berkembang seakan dianggap sebagai virus bagi sebagaian anak muda yang memang identik dengan jati diri dan kemerdekaan berpikir. namun ditengah ramainya judgement dari berbagai pihak, alayers (sebutan mereka secara komunal) mampu terus eksis, kendati tetap dipandang sebelah mata karena penampilan luar yang agak kurang sedap dipandang mata.

acara-acara televisipun kerap memberikan porsi yang luas kepada alayers untuk eksis, berbagai acara yang katanya chart musik yang berorientasi seperti Mtv menjamur, namun fenomenanya diikuti juga dengan fenomena kemunculan alayers yang mampu eksis. keran sosial media juga menjadi ajang merdeka untuk bertahan dari hujaan, didukung komunitas dan perasaan senasib mereka (alayers-red) saling menguatkan. sebut saja berbagai grup di situs jejearing sosial facebook yang sudah tak terhitung lagi jumlahnya. alay adalah sebuah fenomena yang baru, yang kehadirannya justru menjadi budaya pop, meskipun dengan berbagai embel-embel stigma negatif namun tetap saja mereka harus dibiarkan merdeka dengan pilihannya sebagai alay tentunya. entah sebagai anak layangan atau hanya sebuah sebutan bagi orang yang terlalu percaya diri yang berani tampil kendati segalanya serba tidak sesuai.

abg galau versi mice cartoon ABG Galau Versi Mice Cartoon
 foto : http://masjamal.com
tak hanya itu, kini segmentasi alay-isme telah merambah sampai pada penggunaan merek handphone, para pengguna blackberry kena getahnya. siapa saja yang memakai blackberry low end diangap alay, terlebih kini pengguna android dan i phone sedang marak. sontak serangan itu menjadi sebuah dilema dalam persaingan pasar handphone itu sendiri, banyak orang yang karena tak mau dibilang alay maka mereka beralih ke Android OS, atau I Phone. lalu apa benar pengguna blackberry itu merupakan alayers? ya terserahlah itu hanya slogan pasar bisnis untuk saling menjatuhkan satu sama lain. tapi menarik memang fenomena alay yang terus saja menjamur seakan menimbulkan kelas sosial baru antara si hina dan si hama, si hina selalu dihina sedangkan si hama seperti menajdi duri dalam daging atau malah bom waktu yang menungu clash yang akan terjadi, begitulah pemuda bergejolak dengan emosi dan fanatik karbitan.

biarkan orang menjadi dirinya sendiri, hingga mereka semua bisa mengolahnya menajdi sebuah peradaban yang madani, bukan justru menjadi percikan perpecahan karena dampaknya akan sangat luas dan serius di masa depan. dari clash pada kelas sosial akan timbul kerawanan akan sebuah perpecahan, karena sejatinya manusia memiliki kecenderungan sosial yang berlainan dan kekuatan itu ada pada lingkungan komunal yang membentuknya."Alay di acara dahsyat sampah semua!" teriak seorang teman, lalu dengan mudah aku menjawab "kalo emang sampah ya gak usah ditonton, ato lo bikin acara sendiri aje!" yap begitu menurutku, jika ranahnya pada kreatif ya mari berlomba secara kreatif. seperti sebuah pertanyaan kenapa boyband seakan memiliki alayers sebagai penggemar sedangkan Punk, Metal, Pop dll tidak memilikinya? tanya kenapa?.

alay sudah menajdi budaya pop sehingga acaranya mampu dikemas dan dinikmati khalayak sedangkan acara sub musik lain kurang menggunakan metode kreatif yang sama, kalau pun ada acara yang mengakomodasi semisal radioshow tetap saja segmennya terlalu sempit karena acaranya disiarkan malam hari sehingga tidak bisa dinikmati khalayak. apakah salah alay masuk televisi? itu hak anda untuk memelihara opini sendiri namun yang perlu dan lebih penting ditanyakan adalah apa asumsi anda mengenai alay? karena itu akan menunjukkan sejauh mana anda menghargai kebebasan.

bagiku tak ada pembelaan atau sanggahan apapun untuk fenomena alay, boyband atau segala macam yang dianggap sebagai polusi di televisi namun yang mesti diingat jangan pernah dimunculkan isu-isu yang keliru dan cenderung menghasut terhadap kemunculan mereka, karena semua bentukan budaya pop memang memiliki resistensi yang tinggi dari semua yang peduli pada budaya. mari kita berkerja secara kreatif sehingga arus deras munculnya budaya pop bisa disaring lewat kerja-kerja kreatif kita hingga pilah-pilih budaya yang berpotensi menjadi peradaban yang madani, yang mampu berpikir bebas namun bertanggung jawab penuh akan kebebasannya itu.

kebebasan adalah ketika kita tidak lagi mempertanyakan apa itu kebebasan, dan di Indonesia belum ada kebebasan! pun hanya untuk menghargai pilihan orang lain yang merdeka.

nanti, mungkin ketika semua sadar itu adalah fenomena budaya yang mampu diolah sebagai perdaban.


foto : kikils.blogspot.com

Minggu, 26 Agustus 2012

Aksi dan Kreasi Pilkada Jakarta

berikut penulis sajikan beberapa gambar tentang pilkada yang unik, lucu, nyeleneh dan menarik terkait pilkada DKI Jakarta semoga dapat menghibur..



foto : Kaskus.co.id

foto : Kabartop.com


foto : ideguenews.blogspot.com

foto :hiburan.kompasiana.com



foto: politik.kompasiana.com



foto:sae-link.blogspot.com


foto : kaskus.co.id


foto: forum.detik.com

 foto : m.rimanews.com


foto :ardiannugraha.com


foto: pkskalidoni.co.cc

foto : kaskus.co.id


foto : fokus.vivanews.com

foto :bola.viva.co.id



foto: merdeka.com


foto: news.okezone.com



foto:cinehel.wordpress.com



foto:hendardjisoepandji.net

 image
foto:tumblr.com

image

tumblr.com



foto : kaskus.co.id


foto : proberita.com



foto : nyamuklagi.multiply.com

 
 foto: arifoadhinoto.wordpress.com

PKS : Maju kena, Mundur kena!!


foto : politik.kompasiana.com
maju kena, mundur kena...

situasi PKS nampaknya tak jauh dari peribahasa itu, serba tidak menguntungkan. bagaimana tidak contoh realnya saja kegagalan besar PKS di pilkada DKI Jakarta yang lalu, jika kita boleh main hiutung-hitungan kasar boleh dibilang PKS gagal karena perolehan suaranya turun sekitar 70% dari Pilkada 2007 yang lalu, kehilangan daya pikatnya tidak membuat PKS semenjana, manuver segera dilakukan nahkoda mengarahkan kapal ke Foke-Nara tetapi kepalang hancur malah tebing dihajar, banyak yang menganggap manuver politik mereka salah langkah dan tak mengakomodir suara grassroot yang lebih menginginkan suara PKS tidak diarahkan kemana pun dan membiarkan konstituennya bebas memilih. apa daya elit partai punya pertimbangan lain, atau memang suara PKS sudah dibeli foke? sudahlah jangan berandai-andai lagi, karena terlepas dari asumsi itu semua memang sepak terjang PKS menurun drastis dari lima tahun lalu. mulai dari kasus dugaan korupsi yang mulai ramai di tubuh partai, menonton video porno sampai kontroversialnya Tifatul Sembiring dll. masuknya mereka ke dalam partai oposisi dan tidak bertahan sebagai partai tengah dituding sebagai penyebabnya sehingga jargon peduli dan bersih PKS mulai di hapus lingkungan politiknya.

PKS yang didukung dengan aktivis tarbiyah yang menyebar ramai di SMA dan Universitas-universitas di Indonesia tentu sedang menungggu sebuah momen yang tepat untuk segera merbut kekuasaan, mesir jadi acuannya dimana partai agamis bisa menang. PKS harus lebih cermat lagi berhitung, pun hitung-hitungan PKS yang tetap memaksa maju di Pilkada DKI meskipun tanpa koalisi, apa yang terjadi? nyatanya ketokohan Hidayat Nurwahid dan Didik J. Rachbini tidak mampu bersaing, kendati poster dan wajah mereka ditebar diseantero jakarta (hemat penulis foto HNW-Didik dan Foke yang mendominasi) namun perolehannya justru semakin kacau dari pilkada episode sebelumhya, mungkin PKS lupa Pilkada lalu 46% suara mereka tidak semuanya datang dari konstituen PKS tapi ada juga dari orang-orang yang tidak suka si kumis dan perhitungan ini yang tidak dicermati dengan benar. selain itu bahasa politik PKS juga cenderung monoton dan tidak menggoda, pada 2007 Adang-Dani mengusung slogan "ayo benahi Jakarta" sedang 2012 ini HNW-Didik mengusung "ayo beresin Jakarta" lalu apa bedanya? apa ini bentuk ke-konsisten-an PKS dalam pilkada Jakarta? entahlah tapi itu sunggu tidak menggoda.

PKS bingung, kendati seusai pencoblosan Jokowi yang notabene cagub unggulan rakyat sudah sowan ke HNW bagaikan simbolik dari meminang suara dan beriya sekata di putaran kedua nantinya, namun entah karena pertimbangan apa, partai justru mengabaikan Jokowi dan mengarahkan pandangan ke kubu petahana. seperti yang kita semua ketahui bahwa hubungan HNW dengan Jokowi sangat hangat kendati keduanya berbeda pandangan politik, bahkan ketika HNW sempat menjadi jurkam Jokowi pada pilkada Solo media ramai memberitakan kedekatan mereka. keduanya memang tak enggan menunjukkan kedekatan ditengah persaingan, berbeda dengan calon lain yang seakan-akan saling memusuhi, ya apapun itu hitung-hitungan politis tentu beda dengan berpikir logika biasa. PKS bukan partai kecil mereka adalah salah satu dari sepuluh partai yang lolos ambang batas minimum di parlemen bersama Gerindra, Hanura, PAN dan beberapa partai Gajah.

terlepas dari itu tentu PKS boleh berbangga hati soal kemenangan di Jawa Barat dan Kota Depok, tetapi dua wilayah itu memang telah menajdi kandang PKS dan tidak banyak orang yang kaget atas kemenangan itu, mesin politik dan aktivis tarbiyah partai berjalan baik disana, serta doktrinasi jemaah politik kuasa sukses ditanamkan sejak dini di SMA dan Universitas jadi tak susah untuk menemukan pemuda militan yang islami. tentu perihal pemilu 2014 PKS masih punya waktu untuk berbenah dan menyiapkan strategi baru, dari kaca mata saya sekarang, tokoh PKS belum ada yang mampu bersaing di pemilu presiden mendatang, entah HNW, Anis Matta, Tifatul dll.. belum ada nama yang cenderung lekat di telinga rakyat dan asumsi penulis munking PKS kembali ikut deal politik untuk kursi-kursi strategis di kabinet seperti yang dilakukannya kepada SBY di pemilu yang lalu..

siapa yang tahu?
politik bisa berubah dengan cepat, layar bisa terkembang tapi kapal juga bisa hancur..


foto : 1cuk.com

A.H. Nasution, Jenderal yang dilupakan


Jend. A.H. Nasution, Bung Karno, dan Mayjen Soeharto
foto : gmic.co.uk

17 Oktober 1958, seorang jenderal memerintahkan sekompi pasukannya untuk mengepung istana negara dengan meriam tembak dari semua sisi, resimen tjakrabirawa panik, jenderal siapa gerangan yang berkeinginan meng-coup kekuasaan dari pemimpin besar revolusi kala itu Bung Karno? ketika itu bung karno tidak tahu menahu, maklum untuk negara yang baru berusia 13tahun pergerakan politik seperti ini masih belum dapat terbaca dengan jelas yang ada waktu itu fondasi kekuatan stategis ideologi hanya ada pada Nasionalisme, Agamis, dan Komunisme yang lebih tenar disebut Nasakom dan tidak ada kecurigaan yang terlalu kecuali kepada komunis yang saat itu tidak memiliki kekuatan militer. sekompi pasukan itu dengan moncong meriam yang dengan jelas mengarah pada istana negara seperti sebuah ancaman, apakah sebuah kudeta? hingga tak lama jenderal dibalik itu semua menghadap bung karno, dengan gagah dan langkah pasti sang jenderal membacakan keinginan dan tuntutannya.

"Bubarkan parlemen", tegas katanya. bung karno dibuat panas mendengarnya. siapa jenderal itu? ya, siapa lagi yang memiliki posisi strategis dari Angkatan Darat klo bukan Abdul Haris Nasution, ia adalah sosok yang paling berpengaruh di kalangan militer kala itu. tegas dan tidak pernah ragu bahkan perihal konsepsi dwi fungsi ABRI, bahkan ia berani untuk mengancam bung karno yang pada zaman itu dianggap seperti dewa yang mabuk kuasa, bung karno itu ditemani tiga ajudannya berjalan ke arah sekompi pasukan yang meneriakkan "bubarkan parlemen!!, bubarkan parlemen!!", derap langkah bung karno tak ragu, keras menghentak sembari memukul-mukulkan tongkat komando ke telapak tangan kirinya yang dilakukan berulang-ulang, "jika kalian ingin aku bertindak sebagai diktator, cepat arahkan meriam itu langsung ke dadaku!" sekompi pasukan itu membisu seperti juga Nasution yang tak bergeming, "aku tidak akan pernah membubarkan parlemen itu karena aku bukan diktator!" lanjut bung karno sembari meninggalakan pasukan yang telah kehilangan keberanian itu.

gertakan 17 oktober itu justru menjadikan Nasution semakin dilupakan dan dikebiri di militer, tindakan tanpa perhitungan matangnya mengharuskan ia di copot dari KSAD (kepala staf angkatan darat), bung karno lekas menempatkannya di balik meja dan menyibukkannya dengan urusan birokrasi warisan belanda yang ngejelimet tanpa pasukan dan kuasa, tapi bukanlah seorang jenderal jika tanpa pasukan, terang Nasution mengundurkan diri.

tiga tahun berada diluar AD mesti tetap sebagai perwira aktif, Nasution mengunakan waktu untuk belajar politik, mencermati gejala sosial, memahami tipografi rakyat kebanyakan. nasution sudah tidak ambisius dalam tiga tahun namun intuisinya teasah semakin runcing, dia menjadi pandai mengkritik terlebih soal PKI dan ideologi komunisnya yang kala itu menyebarkan propaganda angkatan kelima, yaitu mempersenjatai buruh dan tani. Nasution kembali dipanggil bung karno untuk perintah khusus stabilisasi keamanan republik, pasukan dan kekuasaan kembali ia rengkuh dan kali ini langkah Nasution begitu bijak dan strategis, ia menerjemahkan perintah stabilisasi dengan baik hingga posisi Menham dan KSAD ada ditampuk pimpinannya, bahkan ketika itu, Nasution hendak memenangkan pertempuran dengan Federasi Malaya, ANZAC dan India perihal perebutan Serawak dan Sabah atau lebih dikenal dengan manuver politik ganyang malaysia. TNKU bentukannya kala itu benar-benar memberikan perlawanan senit dibantu oleh segelintir militansi penduduk brunei, namun sayang cita-cita bung karno gagal ia wujudkan karena tentara revolusioner segera melaksanakan gerakan september tigapuluh yang kelak disebut G 30 S.

isu dewan jenderal yang dihembuskan golongan kiri dan penculikan terhadap jenderal-jenderal AD menjadi sebab utama kekalahan TNKU (tentara nasional kalimantan utara) dari Federasi Malaya, Anzac dan India, konsentrasi pecah, komando AD hilang karena Nasution menjadi sasaran penculikan pun ketika yang ditembak tentara revolusioner justru ajudannya yaitu Pierre Tendean. nasution memang jenderal besar insting pelariannya bahkan tak terdeteksi sampai sekian waktu, ia pandai menghadapi sergaoan macam itu sampai momentum G 30 S jadi ajang cari muka Mayjen Soeharto dan Kol. Sarwo Edhi Wibowo yang seperti mendapatkan angin segar memegang tampuk komando, ya kala itu Soeharto adalah Komandan Kostrad dan tak memiliki akses besar di AD, selepas itu semua supersemar segera menjadi langkah politis pertama soeharto hingga tak lama setelahnya ia menjabat sebagai presiden, entah ada apa dibalik hilangnya supersemar yang asli sehingga sampai kini banyak spekulasi miring tentang isi dan makna yang terkandung tentang perintah pengamanan tersebut.

kongsi Soeharto dengan Nasution cenderung lebih statis tidak seperti dengan bungkarno yang naik turun dan kadang sangat harmonis, dengan soeharto hubungan keduanya sangat dingin dan tegang, setelah menjadi presiden Soeharto membatasi ruang gerak politik dan sosial Nasution, karena ia mengerti karakternya yang cenderung berani dan tak ragu. nasution bahkan tidak bisa keluar negeri sekedar berplesir seperti para pejabat lain "jangankan ke luar negeri ke luar kota saja tidak bisa", katanya. jenderal besar itu terus berjuang ia beropini lewat media, namun bukan orde baru namanhya jika semuanya tanpa pengawasan. Nasution menjadi pisau tumpul dan kelak berkarat bagi kedigdayaan Soeharto.

pertanyaan saya apakah ada jalan jenderal A.H. Nasution?
ya ada memang jalan A.H Nasution salah satunya yang ada di Bandung, tapi adakah jalan Jenderal A.H. Nasution? seperti juga jalan jenderal Ahmad Yani, Jalan Jenderal Soedirman, Jalan Jenderal Gatot Soebroto? disini kita harus mencermati usaha Orde baru yang seperti mengerdilkan peran dan jasa Nasution hingga orang lupa bahwa hanya ada tiga jenderal yang pernah tersemat jenderal besar di dadanya, pertama Jenderal Besar Soedirman, Jenderal Besar Soeharto (meskipun banyak kalangan menilai ini merupakan bentuk kediktatoran dan kepercayaan diri yang berlebih) dan yang terakhir adalah Jenderal Besar A.H. Nasution. tapi tetap saja, propaganda orde baru belum bisa diluruskan sampai sekarang ini, kendati hanya sebuah nama jalan sekalipun gelar jenderal harus melayang dari A,H. Nasution tidak seperti koleganya yang lebih junior, Jenderal Ahmad Yani dan Jenderal Gatot Soebroto yang dijadikan nama jalan namun pangkat jenderal tetap tersemnat di depan namanya.

Nasution menjadi sebuah catatan sejarah yang manis kala republik masih gontai membangun ideologi, politik dan sosial,dan menjadi sebuah catatan yang dihapus ketika orde baru, hingga kini tampuk sejarah berada dipundak kita, apakah sudi kiranya kita membersihkan namanya seperti juga apa yang kita lakukan pada sosok Soekarno? Nasution jenderal besar yang dilupakan, yang nama dan jasanya berada ditangan kita, apakah kita tetap membiarkan doktrin orde baru membatasi ruang gerak berpikir kita atau kita rela menggali dan mengenalnya lebih jauh sebagai implementasi rasa cinta tanah air.

seperti juga Nasution apalah arti seorang jenderal ditengah intrik politik, apalah arti penulis dibanding seorang jenderal.
Jenderal A.H. Nasution bersama dengan Mayjen Soeharto
foto : mustaqimzone.wordpress.com



Jenderal Besar A.H. Nasution dengan berbagai lencana penghargaan.
foto : gmic.co.uk

Partitur Hujan




kau masih tertidur ketika kusibak tirai itu, kau lelah dan tidurmu pulas sekali. perjalanan kita terlalu jauh dan kupikir akan sangat adil membiarkanmu tetap menikmati waktu istirahat. semalam kau memintaku untuk memetik cahaya, tapi aku memberimu beberapa kunang-kunang dan kau hanya tersenyum. kunang-kunang dalam botol air mineral itu bercahaya gelap redup dengan ritme yang terjaga dan kau selalu tersenyum memandanginya. kita pergi terlalu jauh, melewati tepian tanjung dan melibas bukit-bukit, maka aku akan berikan apapun yang kau minta karena kau telah setia menjaga dan menemaniku. hidup diwaktu senja denganmu sungguh memberikan arti, kau melahirkan bahagia dalam setiap tatapan matamu.

mungkin usia kita tak akan lama, tapi kita selalu bersama dan saling menguatkan. karena kau lah aku belum ingin mati, aku ingin bertahan sekuat mungkin dan ingin menemanimu selama aku bisa. kau tau setiap malam rasanya aku ingin sekali menulis puisi untukmu seperti ketika aku muda dulu, tetapi sekarang aku lebih sering lupa ketimbang menulis. namun kau tetap tersenyum, menghiburku dengan kata-kata yang sering kau ucapkan semenjak dulu "kau adalah segalanya", kata-kata itulah yang membuat hatiku bergetar bila mendengarnya.

kau masih terlelap, dan aku masih mencoba menuliskan puisi untukmu. kamar ini begitu hangat walau di luar hujan turun menjamah tiap sela diantara jendela kaca milik kita, puisi untukmu urung selesai dan aku begitu lupa bagaimana menuliskannya, lupa kalau kau bisa kuabadikan bukan hanya dalam sekadar puisi. kita terlampau tua untuk berbicara masalah cinta, seperti magnet yang  berkurang dayanya hingga kita terjatuh dan akan tercerai berai.

sebenaranya apalagi yang kita harapkan di umur yang sudah senja ini selain bisa bersama, dulu kita berharap Tuhan bermurah hati menitipkan anak pada kita tapi harapan kita pupus setelah dokter mendapati kerusakan di rahimmu. apa yang bisa kita harapkan? "kau adalah segalanya" bisikmu ketika aku merasa jengah dengan hidup yang tak berhujung, kita tak pernah bosan dalam mencintai tapi kita terlalu bosan dalam menjalaninya. kota yang penuh kemurungan, jalan-jalannya yang menjadi adu pacuan, hutan kotanya yang terkekang bangunan-bangunan angkuh, serta nafas penduduknya yang tak berlafal ayat-ayat dari rumah ibadah.

mari kita buat resolusi di masa tua, memiliki seekor kucing mungkin akan menarik... tapi aku takut kau tidak menyukainya, takut kau merasa tersaingi. aku sudah kehabisan akal untuk membuatmu bersemangat, pipimu yang halus putih itu terpagut oleh waktu sehingga kusadari bahwa kita memang bagai senja yang segera menyongsong gelap. apakah kita akan menutupnya dengan senyum kebersamaan? dibalik tembok rumah kita, di halaman yang bisa kita intip melalui jendela kau sengaja memintaku untuk membuatkanmu ayunan, jungkat- jungkit dan berbagai macam permainan. ternyata kau minta semua itu sengaja untuk memuaskan gairahmu. kau ingin sekali mengundang anak-anak kecil di sekitar rumah kita bersemangat di kala senja dan tenggelam dalam permainan yang seru. kau ingin sekali mendengar suara mereka yang riuh rendah seperti melukiskan kebahagiaan sisi lain mereka dari sekadar kasih sayang sang bunda dan ayah. senjamu kini lebih berwarna dengan peringai lucu anak-anak itu.

selalu ketika senja tiba, kau akan memintaku untuk menuliskan sebuah puisi, tentang mereka tentunya. tapi aku sudah terlalu senja, sudah rabun mataku untuk meraba keriangan mereka dan tak mampu mengimbangi kegesitan, kelincahan dan gairah mereka dengan gerak lamban pikiranku. apa kau ingat waktu kita sama-sama menjadi guru? waktu itu kau selalu semangat menyambut pagi, walaupun akan lesu saat senja bermula. biasanya pagi harinya kau begitu semangat membujukku untuk mempercepat kayuh sepedaku agar cepat sampai di taman kanak-kanak tempat kau mengajar. sekarang kita begitu senja, hingga anak-anak pun merasa lelah dan tak ada waktu lagi untuk menunggu kita yang terlampau lambat tanpa gairah. perlahan mereka pun asik bermain sendiri tanpa memedulikan kita.

kita sudah pergi terlalu jauh, seperti kunang-kunang yang mulai limbung di dalam botol mineral, mungkin kerlipnya sebentar lagi akan mati. kau bilang "kau adalah segalanya" seperti sejak awal ketika aku selalu sendu akan semangat yang patah. kau masih tertidur, hujan di luar kamar ini belum berhenti, puisi yang kutulis juga urung selesai karena aku terlalu lupa untuk mengingat kata-kata, kehangatan kita juga tak pernah berkurang dan apalagi yang harus diharapkan. perjalanan kita tak pernah berhenti dan kebersamaan kita adalah abadi, kututup kembali tirai yang kacanya dihiasi alur air yang terjun bebas bagai partitur hujan. ketenangan, sudah siapkah kau untuk memulai perjalanan tanpa lelah. seperti sebuah puisi, yang kutulis kata terakhirnya di saat senja perlahan berubah gelap.

"KAU ADALAH SEGALANYA".. BAGIKU.

Kepada ibu

Ibu, kemana mereka pergi? malam kini berganti penguasa, awan kemerahan dan petir berpesta di atas sana. kemana bulan dan bintang? apakah mereka mati disengat petir? Bu, aku sangat ingin menuliskan sebuah gundah pada tuhan, tapi mengapa tak pernah bisa. bahasa ketika sujudku sangat tidak elok, jadi aku hanya ingin menuliskannya. seperti sejuta kasihku untukmu, sejuta kasih yang hanya kau tahu lewat ciuman pada tangan, lewat tangis setiap hari raya tiba dan setiap melihatmu terbaring lemah,,, walaupun sebenarnya setiap langkah aku tak melepaskan sosokmu. bu, kini tuhan memberiku malam yang berbeda, tak seperti malam yang sering kuakrabi. setiap malam aku selalu mengetuk pintu rumahNya.

tuhan, bintang itu milikku jadi tolong jangan kau beri pada hujan dan petir, aku tak suka hujan di malam hari apalagi petir, sungguh tak suka.. tapi apakah aku tak boleh membenci?? aku hanya manusia... tak adakah pengecualian?? baiklah Kau boleh memberi bintangku padanya agar aku tak perlu membenci.. tapi lepaskan dulu malam dari petir-petirMu yang lain, aku takut orang mengira malam tak lagi menenangkan. aku takut orang lebih mencintai mimpi-mimpi daripada keheningan malam.
Ibu, katakan apa yang harus kulakukan? petir itu membawa bintangku dan kini awan kemerahan membungkam bulan. hari ini aku cengeng sekali, diam-diam aku menangis dan aku menikmatinya. hanya ada dua insan di dunia, insan yang baik dan buruk... petikan dari sebuah film yang menyadarkanku bahwa semua insan punya cinta. aku tak boleh menghalangi cinta itu kan bu? maka lebih baik aku yang menghalangi cintaku.

bu, malam ini kau tak sadar bahwa aku telah mencium keningmu, kau hanya mengubah sedikit posisi tidurmu. oiya bu, teh hangat yang kau buat malam ini sungguh nikmat aku masih mengecap manisnya hingga saat ini. disebelahmu ayah terlelap pula, tubuhnya yang agak tambun membuatku menyemai senyum.
aku selalu ingin mengatakan sesuatu pada ayah, bahwa genting rumah kita sepertinya sudah rapuh. terlihat begitu tua, bahkan terlihat lebih tua darimu, kau masih ayah yang gagah walau setengah abad sudah kau lewati. sehabis maghrib tadi kita berdua berdiskusi soal politik, kau begitu cemerlang soal yang satu ini dan lewat cara inilah kita menjadi dekat. genting ini sepertinya sudah payah menopang dinginnya malam, terlebih malam seperti ini, merah meriah dengan petir menghiasi sisi langit. huff.. kau sering kan berdiskusi dengan tuhan? bisakah kau sampaikan permintaanku padanya?. mungkin sebentar lagi kau terbangun, selalu dengan katamu "bangun di sepertiga malam, mintalah apapun, dan tuhan akan kabulkan".

aku tak mau turun ayah, aku mau melihat matahari terbit, tapi tuhan memanggil-manggil membuat nyaliku ciut dan turun sejenak dari tempat ternyaman ini. ayah, dulu ketika aku bertanya padamu bagaimana sebenarnya bentuk tuhan? kau hanya berkata "sesuatu yang teramat besar dan agung tak akan bisa tergambarkan nak, tuhan ada di dalam sini (menunjuk dadaku) rasakanlah dengan hatimu", aku tak mengerti dan tetap cemburu dengan teman-teman yang berangkat sekolah dengan tuhan yang dikalungkan di leher. aku iri dengan mereka yang tidak bersujud lima kali, sampai aku benar-benar mengerti satu hal. tuhanku adalah tuhan yang paling memenuhi syarat sebagai tuhan, ketika itu kelas enam sekolah dasar tapi aku sudah begitu mencintai hidup yang tuhan anugerahkan padaku.

bu, hari ini sungguh menyenangkan, aku memunyai kawan baru yang aku kenal dari seorang teman yang baik. pertemuan yang tak pernah aku rencanakan tetapi karena tuhan sayang padaku maka Tuhan meberikan pelajaran cuma-cuma tentang hidup. aku dipertemukan dengan dua orang yang membuatku berpikir bahwa hidup tidak senormal apa yang biasa aku bayangkan. kawan yang pertama memiliki pikiran yang aneh bu, bahkan lebih aneh dari pikiran-pikiranku dan yang satu lagi lucu bu, ia seperti memiliki banyak mimpi dan tak betah berlama-lama diam, kakinya selalu saja melangkah ke setiap tempat. sepertinya kita mampu menerbitkan matahari sendiri, di malam yang hanya kita miliki sendiri, aku tak akan rela menggadai malam hanya untuk hujan.

oh iya bu, menurutmu apa hidup ini adil? aku selalu ingin menjadi seorang yang sederhana. memandang hidup penuh keikhlasan sehingga semua yang datang kepadaku akan aku syukuri sebagai anugerah atau bonus. semoga aku tak salah bu, aku lelah untuk menghitung cara untuk menjadi kaya, melibas kepedulian terhadap sesama, aku malu bu... aku tak mau seperti teman-temanku yang tamak terhadap harta. bukankah tidak ada suatu kisah atau hadist pun yang mengatakan bahwa rasulullah itu kaya raya, bu? kalau aku salah maafkan aku, tetapi aku ingin seperti rasulullah yang memiliki kebahagian karena mencintai dan dicintai Allah. bu, aku tahu ibu senantiasa mendoakanku yang terbaik, begitupun yang dilakukan ayah. aku ingat bu bagaimana ayah bangga padaku, bagaimana iya menahan tangisnya karena haru, tapi aku yang tak kuat menahan air mata bu, aku menangis dihadapannya, menangis karena aku merasa ini tak sebanding dengan apa yang ayah lakukan. aku kagum pada ayah dan ibu, mengaggumi kebaikan dan keburukan serta mengaggumi cara kalian memandang persoalan dengan sangat bijak.

bu, tolong jaga bintangku supaya tetap dilangit dan terang benderang, malam ini tak akan tergadai lagi oleh hujan, aku janji bu aku akan menjaga malam dengan sebaik mungkin dengan sekuat dayaku agar orang-orang mencintai malam. agar semakin banyak orang yang mengucap syukur pada keheningan, hmm.. bu sekali lagi mohon dijaga bintangku, biarkan ia bersinar dan tersenyum. sampaikan juga pada Tuhan bahwa aku tak akan lagi menyia-nyiakan hidupku untuk hal bodoh. mencintai dengan kesederhanaan hanya itu yang aku mau, bu. semoga aku bisa.
 
foto :  bhaktiutama.com

Pada Pagi yang masih setengah jadi

Hujan disini seperti membawa sebuah kenangan, mungkin benar apa yang pernah dikatakan orang bahwa hujan selalu menghangatkan memori kita. Bau tanah, rumput, dan nyanyian katak seperti orchestra malam yang menemaniku melibas penderitaan, memang pagi baru setengah jadi dan malam baru saja terlewati, tetapi pencerahan selalu datang begitu saja tanpa terlebih dulu menyusun rencana terhadapnya. Oh,, pagi yang baru setengah jadi sudikah kau hentikan hujan ini sejenak agar mereka yang hidup dalam waspada bisa terbangun sekejap untuk memperingatkan orang tercintanya akan bahaya air bah? Sayang kau bukan Tuhan yang memiliki kemampuan itu, kita semua hanya hamba yang menjalankan tugas-tugasnya dengan cinta.

Cinta, bagiku sebuah penghargaan tertinggi yang manusia berikan terhadap manusia lain, yang menurutnya layak menyandang sesuatu yang disebut cinta. Seperti juga hari ini ketika kau mengucap cinta, kau seperti bayi mungil yang gagap menangis. Aku bukan tak mencintaimu hanya saja kau terlalu emosional mengungkapkannya, sehingga aku tak sempat menyeka air mata. Andai saja kau mengungkapnya pada waktu yang tepat, pada sebuah pertemuan singkat yang dulu pernah kau inginkan dariku. Kini semua sudah tumpah menjadi perasaan yang tak mampu lagi aku gambarkan seperti apa, aku dan kamu seperti sepasang merpati.

Kau sudah bersamaku kini, mengukir rantai cinta yang melilit dunia, menjebak milyaran orang agar jatuh kepadanya. Mengapa harus jatuh cinta? Kata yang lebih tepat digunakan sebagai jebakan. Mengapa tak saling mencintai? Seperti apa yang kita selalu lakukan. Oh.. tuhan, coba kau lihat kemesraan mereka yang hanyut pada tikungan madu, yang berelegi dengan waktu. Mereka sungguh menawan seperti kupu-kupu yang terbang membagi sari makanan pada pasangannya yang lapar. Pagi masih setengah jadi. Hujan… disini aku merasa seperti sebuah plakat nama yang belum jadi, plakat yang nanti akan menghiasi rumah terakhirku. Kau tahu kado terindah yang mampu diberikan manusia adalah plakat nama yang abadi, atau orang bodoh menyebutnya sebagai nisan. Seperti itulah aku.

Ibu, dia kini bersamaku, menggenggam sebuah bunga ditangan kanannya dan binatang pengerat di tangan kirinya. Aku selalu bingung pada hidup yang mengelilingi hidupku, selalu jatuh pada sebuah anggapan “mengapa semua selalu berakhir pada sebuah pertanyaan, Siapa aku?” hari ini kau mungkin tak melihatku menangis, mendekap perutku kencang, dan mengerang-ngerang. Tapi aku tahu disana kau merasakan sebuah kegundahan yang justru kau rindukan. Aku takut cintamu membuatku menjadi besar kepala, seperti kata seorang teman “eksistensi wanita ada pada gaya berpakaian sedangkan eksistensi pria ada pada wanita, oleh karena itu banyak wanita yang bingung ketika pria ingin menanggalkan pakaian mereka” kembali semua pertanyaan itu menjalari setiap sel otakku, melebur jadi satu dan bermuara pada pertanyaan itu lagi “siapa aku?”

Tuhan, biarkan aku menyadarkannya tentang satu hal yang tak pernah ia sadari. Ia terlalu mudah untuk mencintai. Melihat bunga bermekaran ia mencintainya, melihat anak kecil menangis ia mencintai itu, dan melihat aku tersenyum pun ia mencintaiku. Apakah aku salah? Tetapi selalu ada kesalahan agar menyibak jalan kebenaran. Apakah kau terluka? Tapi bukankan dengan mencintai berarti kau melukai dirimu sendiri? Kau mengetahui resiko mencintai sehingga kau lupa resiko dicintai. Pagi masih setengah jadi, bahkan tuhan tak pernah berjanji pagi hari ini akan penuh mengantar kita pada sang-siang berikutnya.

Hujan sudah mulai menyurutkan frekuensinya, sebentar lagi jangkrik dan katak akan menggelar pesta, melantunkan lagu , mungkin semacam lagu pemujaan terhadap Tuhan. Karena hujan selalu membawa karunia, bahkan ketika kita menutup hati untuk menerimanya. Kau terlampau jauh untuk ku dekap seperti aku terlalu jauh berdiri dari batas antara cinta dan benci. Huh.. andai saja kau tak pernah mengeluh akan hal ini, andai saja kita seperti biasa saja, hanya membagi keluh dan kesah, saling menopang dalam rapuh, dan mengingatkan ketika kita terlalu terlena. Tapi kau terlalu mudah mencintai.

Maafkan aku sayang, hujan hari ini memang tidak dibarengi dengan petir. Petir tak mau membuatmu takut lalu terbangun dari tidurmu,pagi-pagi sekali hujan ini telah menari-nari membuat sebagian orang dibalik lelap terendam oleh air mata. Tahukah kau tanpa kau mengatakan apapun, bahkan hanya kedipan matamu yang melambat ketika bertemu dengan mataku, aku sudah tahu apa itu arti mencintai. Tetapi aku tak pernah mudah untuk mencintai. Aku tak pernah membagi cintaku pada hal yang kuanggap tak penting, bahkan termasuk mencintai diriku sendiri. Hanya kamu sayang.

Hujan kini mulai deras kembali, pagi ini tak sedikit pun membawakan dingin yang biasa. Disana mungkin kau mencintai dingin, kau juga mencintai bintang, hujan, bulan, dan angin. Tetapi kau mencintai beberapa yang menghalangi kau untuk mencintai. Saat ini hujan turun, mendepak kekuasaan bintang dan bulan, menggantinya dengan awan yang kemerahan. Namun aku tahu bahwa kau akan tetap mencintai, bahkan kau tak membenci sedikitpun, bagimu selalu ada keindahan dibalik sebuah kenistaan. Tuhan selalu menciptakan segala sesuatunya dengan imbang, seperti ketika mereka percaya padaNya atau percaya hanya pada diri mereka sendiri.

Kau bilang “aku sangat cinta ketika ada orang yang mencintaiku, seperti aku juga cinta kepada orang yang menjahatiku”, aku hanya tersenyum pada titik kebingungan. Mengapa cinta memberikanmu keluasan hati? Sedang bagiku cinta tak lebih dari politik para malaikat untuk mengalahkan politik para setan yang mereka namakan sebagai benci. Ah, aku jadi tak selera melewati pagi, aku tak ingin terlampau sedih, terlampau senang, atau tak mampu merasakan keduanya?? Oh Tuhan yang mulia.. oh tidak,, tuan yang mulia.. hmm,, bukan! Sepertinya Tuhan, berikan penjelasan padanya bahwa dunia selalu ada untuknya, bahkan ketika ia tak menginginkannya lagi, supaya ia tidak mencintai kematian.

Jantungku mendadak berdebar, ditengah hujan pada pagi yang buta ini diluar rumahku seorang maling tertangkap oleh warga kampung, Ayah dan kakakku bahkan ada diantara salah satu mereka yang menangkapnya. Maling itu merintih kesakitan, aku tak tahu apa yang sebenarnya dibuat oleh warga kampung padanya, suara itu tertelan oleh melodi yang keluar dari titik air hujan, Ayah dan kakakku sudah kembali, mereka basah kuyup, muka mereka amat kesal, ternyata motor yang biasa kupakai adalah sasaran maling tadi, untungnya warga kampung berhasil menangkapnya kalau tidak mungkin di pagi yang belum setengah jadi ini aku berteman hujan kesedihan.

Aku memang sudah lama mencintai Ayah dan kakakku tapi saat ini aku sungguh-sungguh mencintai mereka, malam selalu menyediakan waktu untuk meyulapmu menjadi orang romantic bukan, hehe.. secara tak sadar aku pun mudah mencintai, tapi mengapa tidak pernah mencintai diri sendiri? Kembali berlari kepada persoalan-persoalan itu, pada poros yang sama yaitu “siapa aku?”. Kejam, aku tak pernah mencintai diri sendiri, bahkan cermin yang biasa menggambarkan wajahku pun tak sudi kupandang, karena menurutku itu hanya akan memperlihatkan dosa-dosa yang pernah kulakukan dulu. Tak seperti kau yang mencintai segala kekurangan dan kelebihanmu, aku lebih yakin bahwa keburukan akan membawa petaka-petaka. Mungkin kau sedang terlelap kini, bersama dengan boneka manis yang selalu tergolek dalam pelukmu, mungkin juga kau sedang mencintai mimpi-mimpi, atau kau sedang bernegoisasi dengan Tuhan perihal keberadaanku setelah mati nanti. Oh… aku tak pernah berani bertatapan dengan kenyataan, bahwa realitas selalu ada penciptanyanya. Pagi setengah jadi ini tak lagi bernada, katak dan jangkrik terdegradasi akibat padatnya bangunan. Hanya hening yang cukup menyejukan sehingga aku lupa bahwa dulu pernah ada katak dan jangkrik yang melantunkan lagu disini.

Mataku sudah terlampau letih, jariku sudah ingin berhenti, hanya saja otakku terus memaksa. Seandainya saja aku berada disana sekarang aku akan dengan senang hati menjaga tidurmu. Menghajar puluhan nyamuk yang tega menyentuhmu atau mengusir udara dingin yang ingin memelukmu. Tapi hanya kata-kata yang sekarang bisa menjagamu, mungkin bukan pagi ini tetapi malam ini atau pagi besok? Atau pagi setelah kau membacanya. Aku tak pernah tahu apa gunanya kata dibandingkan dengan selimut yang kau kenakan, tapi kata memang berkhasiat, aku pernah melihat seorang sepertimu menangis hanya karena membaca sebuah puisi. Itulah kekuatan kata sayang, dulu ketika aku bermaksud meminta maafmu dan kau tafsirkan bahwa aku ingin kau melupakanku, itu pun merupakan kekuatan kata, sayang.

Pagi sudah bergerak cepat, sebentar lagi panggilan akan berseru dan tirai di ujung timur dibuka. Pada saat terang itulah aku akan mencintaimu, mencintai semua cinta dan membiasakan diri untuk selalu mencintai segalanya. Aku dan kamu seperti pagi yang masih setengah jadi ini, kita saling mencintai dalam keheningan.


foto : filsafat.kompasiana.com

Bukit ilalang

gerah, hanya kata itu yang keluar dari mulutmu. sekarang kita ada di bukit dimana ilalang terhampar elok dengan beberapa bunga, kau tertidur disampingku menunjuk beberapa awan yang sedang berparodi untuk kita. tapi sekali lagi kau berkata "gerah", aku terdiam, melihatmu penuh tanya serta memerhatikan sendi-sendi tulangku yang kikuk dan kaku, menerka-nerka apa penyebab kau gerah? padahal disini sangat dingin. beberapa detik sebelumnya kita tertawa, menebak bentuk-bentuk awan dan tertawa dalam bius cahaya pagi ini. sampai kau benar-benar merasa gerah dan marah, mencibir awan yang sebelumnya kau puja, mencabuti ilalang dan mematahkan bunga-bunga disekitarnya. kau hanya berkata "gerah".

mungkin kita tak akan menemui sebuah pengalaman yang sama lagi, dimana aku merasa terlalu dingin dan kau merasa terlalu gerah. sebelumnya kita sepakat jika udara di bukit ini sangat dingin dan berjanji untuk saling mendekap dan menghangatkan, "apakah kau mau memeluk tubuku?" pertanyaan itu ku lontarkan padanya, tetapi dengan mengerang ia berkata "apa kau gila? ini terlampau gerah untuk berpelukan!" mataku membeku seperti kandas dalam kabut yang berjuntai turun. tubuhku benar-benar tak mampu digerakkan seakan semuanya membeku dan melekat pada ilalang tempat aku terbaring, sedang dia bersijengkat lari, berteriak gerah mengutuk tuhan yang menciptakan matahari terlampau besar!!, ia menanggalkan pakaiannya, berlari ke sebuah sungai kecil yang lebih mirip parit lalu berendam di dalamnya, sedang aku tak bergerak sedikitpun -aku hilang akal- namun kupaksakan tanganku yang menjalari rumput dan ilalang untuk memunguti pakaian yang telah ia tanggalkan itu dan setelahnya kupakaikan pada badanku yang mulai mengerut. hangat sejenak, tetapi bukit dimana kami berada sekarang ini terlalu dingin, dan kabut dengan cepat mengepung kami, menggantikan awan yang tadi kami nikmati itu.

parit kecil itu sudah hilang dari pandanganku, pun dengan ia yang berendam di dalamnya, tapi aku mendengar jelas suara ia mengerang "GERAH..!!! GERAH..!!!", aku kuatir akan keadaanya, bagaimana bisa ia gerah??? aku bangkitkan tubuhku yang kaku, melangkah mencari suara dan bunyi gemericik air tapi aku tak menemukan. kemudian bunga-bunga itu tertawa, menertawakan aku yang merasa dingin sambil terus mencari asal suara, dimana ia? aku takut ia mati kedinginan. semua pekat, aku meraba udara untuk membantuku berjalan, melekatkan resleting jaketku dan menyidekapkan tangan didepan dada. "Tuhan, tolong jangan bercanda di waktu seperti ini", aku mengeluh dalam hati, namun suara itu kini menjadi dua dan bersahut-sahutan, semakin keras.

mulutku yang kelu kupaksakan untuk berteriak "Ariani..!!! Ariani..!!", namun suaraku itu hanya menghempas kabut dan membuat tebing-tebing itu berteriak yang sama. aku lelah, lelah sekali. aku tahu parit itu sangat dekat jaraknya tapi kabut telah memanipulasi keadaan. jarak di dalam kabut memang tak bisa diterka, yang dekat terasa jauh dan jauh terasa dekat. "Ariani, ini bukan kabut, Ini awan, awan yang tadi kau puja! jangan takut Ariani" bias, suaraku berpencaran dan semakin pekik riuh karena tebing-tebing disekitar bukit ini berseru yang sama. kosong setelahnya, bahkan angin tak bersuara, kabut kembali ke puncak gunung bosan bermain di bukit ilalang. jarak pandangku terbuka, kulihat sekawanan burung yang jatuh hati pada bunga dan menciuminya berulang-ulang, serta kupu-kupu yang sayapnya berseruan tinggi rendah menukik-nukik.

dimana parit itu? Ariani, dimana ia? parit itu menghilang entah kemana, atau justru aku yang terlalu jauh pergi mencarinya hingga tersesat? tapi ini tempat kami berbaring, bahkan aku tak beranjak sedikitpun dari sini. aneh, mengapa bukit ini sudah tidak dingin, apa benar aku tak salah merasa? awan itu kembali hadir, bergelombang menari di langit seperti ombak yang jatuh hati pada pelaut. tapi itu awan hitam, gelap dan pekat, bahkan percik halilintar juga turun menyemarakan pesta dibukit ilalang ini. tak lama hujan turun menghapus lendir-lendir kepalsuan, ilalang pun bersorak-sorai menyambut, dan dikejauhan aku melihat sosoknya tak lebih dari seratus meter, Ariani yang berjalan membelakangiku, aku mengejarnya sembari memanggil "Ariani!!" lalu ia semakin cepat berjalan, aku mempercepat lari dan semakin keras memanggil namany, tapi ia lebih cepat lagi berjalan, tidak sekarang ia berlari.
 

di ujung bukit ilalang ini, tempat dimana aku letih menyebut namanya dalam dingin, ia melompat kedalam jurang yang ia percaya bisa menghilangkan gerahnya, dan hilang seiring terikan-teriakan gerah itu. aku berhenti kakiku lemas, tertunduk, dan jutaan ilalang memeluk tubuhku. aku terbaring ditempat ini, bahkan aku sama sekali belum beranjak sedikit pun, "bukit ilalang selalu punya sejuta cerita tentangmu Ariani" dan kau hanya tersenyum dan berkat "sekarang aku benar-benar merasa gerah". 

gerah, hanya kata itu yang keluar dari mulutmu. sekarang kita ada di bukit dimana ilalang terhampar elok dengan beberapa bunga, kau tertidur disampingku menunjuk beberapa awan yang sedang berparodi untuk kita. tapi sekali lagi kau berkata "gerah", aku terdiam, melihatmu penuh tanya serta memerhatikan sendi-sendi tulangku yang kikuk dan kaku, menerka-nerka apa penyebab kau gerah? padahal disini sangat dingin. beberapa detik sebelumnya kita tertawa, menebak bentuk-bentuk awan dan tertawa dalam bius cahaya pagi ini. sampai kau benar-benar merasa gerah dan marah, mencibir awan yang sebelumnya kau puja, mencabuti ilalang dan mematahkan bunga-bunga disekitarnya. kau hanya berkata "gerah".

mungkin kita tak akan menemui sebuah pengalaman yang sama lagi, dimana aku merasa terlalu dingin dan kau merasa terlalu gerah. sebelumnya kita sepakat jika udara di bukit ini sangat dingin dan berjanji untuk saling mendekap dan menghangatkan, "apakah kau mau memeluk tubuku?" pertanyaan itu ku lontarkan padanya, tetapi dengan mengerang ia berkata "apa kau gila? ini terlampau gerah untuk berpelukan!" mataku membeku seperti kandas dalam kabut yang berjuntai turun. tubuhku benar-benar tak mampu digerakkan seakan semuanya membeku dan melekat pada ilalang tempat aku terbaring, sedang dia bersijengkat lari, berteriak gerah mengutuk tuhan yang menciptakan matahari terlampau besar!!, ia menanggalkan pakaiannya, berlari ke sebuah sungai kecil yang lebih mirip parit lalu berendam di dalamnya, sedang aku tak bergerak sedikitpun -aku hilang akal- namun kupaksakan tanganku yang menjalari rumput dan ilalang untuk memunguti pakaian yang telah ia tanggalkan itu dan setelahnya kupakaikan pada badanku yang mulai mengerut. hangat sejenak, tetapi bukit dimana kami berada sekarang ini terlalu dingin, dan kabut dengan cepat mengepung kami, menggantikan awan yang tadi kami nikmati itu.

parit kecil itu sudah hilang dari pandanganku, pun dengan ia yang berendam di dalamnya, tapi aku mendengar jelas suara ia mengerang "GERAH..!!! GERAH..!!!", aku kuatir akan keadaanya, bagaimana bisa ia gerah??? aku bangkitkan tubuhku yang kaku, melangkah mencari suara dan bunyi gemericik air tapi aku tak menemukan. kemudian bunga-bunga itu tertawa, menertawakan aku yang merasa dingin sambil terus mencari asal suara, dimana ia? aku takut ia mati kedinginan. semua pekat, aku meraba udara untuk membantuku berjalan, melekatkan resleting jaketku dan menyidekapkan tangan didepan dada. "Tuhan, tolong jangan bercanda di waktu seperti ini", aku mengeluh dalam hati, namun suara itu kini menjadi dua dan bersahut-sahutan, semakin keras.

mulutku yang kelu kupaksakan untuk berteriak "Ariani..!!! Ariani..!!", namun suaraku itu hanya menghempas kabut dan membuat tebing-tebing itu berteriak yang sama. aku lelah, lelah sekali. aku tahu parit itu sangat dekat jaraknya tapi kabut telah memanipulasi keadaan. jarak di dalam kabut memang tak bisa diterka, yang dekat terasa jauh dan jauh terasa dekat. "Ariani, ini bukan kabut, Ini awan, awan yang tadi kau puja! jangan takut Ariani" bias, suaraku berpencaran dan semakin pekik riuh karena tebing-tebing disekitar bukit ini berseru yang sama. kosong setelahnya, bahkan angin tak bersuara, kabut kembali ke puncak gunung bosan bermain di bukit ilalang. jarak pandangku terbuka, kulihat sekawanan burung yang jatuh hati pada bunga dan menciuminya berulang-ulang, serta kupu-kupu yang sayapnya berseruan tinggi rendah menukik-nukik.

dimana parit itu? Ariani, dimana ia? parit itu menghilang entah kemana, atau justru aku yang terlalu jauh pergi mencarinya hingga tersesat? tapi ini tempat kami berbaring, bahkan aku tak beranjak sedikitpun dari sini. aneh, mengapa bukit ini sudah tidak dingin, apa benar aku tak salah merasa? awan itu kembali hadir, bergelombang menari di langit seperti ombak yang jatuh hati pada pelaut. tapi itu awan hitam, gelap dan pekat, bahkan percik halilintar juga turun menyemarakan pesta dibukit ilalang ini. tak lama hujan turun menghapus lendir-lendir kepalsuan, ilalang pun bersorak-sorai menyambut, dan dikejauhan aku melihat sosoknya tak lebih dari seratus meter, Ariani yang berjalan membelakangiku, aku mengejarnya sembari memanggil "Ariani!!" lalu ia semakin cepat berjalan, aku mempercepat lari dan semakin keras memanggil namany, tapi ia lebih cepat lagi berjalan, tidak sekarang ia berlari.

foto: draguscn.wordpress.com

si bagus dan sebuah cerita

"bu.. si bagus kenapa lagi?", aku bertanya sambil menyantap nasi telor kecap yang dibuatkannya pagi tadi, "itu, si bagus ditimpuk tetangga sebelah pakai sepatu", ibu membalas sembari mengelap kaca jendela rumah kami yang sudah penuh debu, aku kembali bertanya "kok bisa, memangnya si bagus salah apa?", ibu hanya tersenyum dan mengangkat alisnya "ndak tau, paling si nyuri ikan", hmm... aku agak panas mendengar jawaban ibu, mana mungkin si bagus mencuri sedang kami rutin memberi ia makan. kini si bagus lebih suka tidur, memang sebelumnya ia juga suka tidur tapi tidak seperti ini, matanya kuyu, kaki sebelah kanannya sedikit membengkak dan jalannya tertatih. kasihan si bagus.

si bagus adalah kucing milik kami sekeluarga, kami menyayangi bagus dengan cara masing-masing, ayah tidak pernah membelai si bagus tapi beliau suka memarahi si bagus jika tiba-tiba beliau mendapati ia tertidur di sajadah yang biasa beliau gunakan untuk sholat. lain lagi dengan mas Lik, dia sering bermain dengan si bagus, sering diam-diam dia menjahili si bagus dengan kantung plastik yang dimasukan ke kepala dan seketika si bagus akan berjalan mundur kelimpungan melepaskan plastik itu, biasanya kalau mas Lik sudah melakukan tindakan jahilnya ini kami sekeluarga terbahak-bahak.

dik win dan mama punya cara yang hampir sama menyayangi si bagus, mama menganggap si bagus adalah anaknya sendiri, sedang dik win menganggap si bagus adalah adiknya, "aku tidak punya teman lagi kalau ia dibuang, si bagus itu sudah seperti adik aku sendiri" sering dik win berkata seperti itu jika bapak sedang kesal dengan ulah si bagus dan berniat membuangnya. mama dan dik win memang sangat sayang dengan si bagus, makanya si bagus pun begitu senang dekat mereka, aku sering mendapati si bagus diam-diam masuk ke kamar mama atau dik win lalu terlelap disebelah mereka, biasanya pagi-pagi kami akan gaduh karena tertawa melihat peristiwa lucu itu.

aku memang sayang pada si bagus, tetapi kadang aku juga kesal oleh ulahnya. pernah suatu ketika si bagus mencakar dan menggigit tanganku, tidak sakit memang tapi efek kejutnya lah yang membuat aku geram, aku kesal sekali saat itu kemudian aku angkat tubuh si bagus dan menguncinya di kamar mandi, ia berteriak keras sekali sedang aku tertawa geli di depan pintu kamar mandi, memang kami sekeluarga tau si bagus tidak suka air, bahkan bila hujan turun ia cepat-cepat masuk mengumpat di bawah meja di ruang tamu kami.

pagi ini si bagus tak bergairah, memang selera makannya masih mantap seperti kemarin tetapi ia sudah melupakan selera bermainnya, kadang ia hanya tidur dan tak mau diganggu, seandainya kami belai, ia malah justru merintih sakit. kami tau hal itu karena kami sudah sangat sayang padanya. aku kesal sekali pagi ini, ingin rasanya ku ketuk pintu rumah tetanggaku itu dan bertanya apa maksudnya ia bertindak seperti itu, tapi ibu sudah mendahuluinya dengan nasihat, bahkan sebelum aku sempat mengucapkannya. beliau berkata "sudah toh le, biarkan saja. anggap saja mereka iri dengan keluarga kita yang diberi rezeki berkecukupan sampai-sampai bisa memberi makan kucing" ibu berbicara dengan sifat malaikatnya, dan biasanya ketika beliau berbicara seperti ini aku tidak akan kuasa membantah.

setelah menyantap nasi telor kecap buatan beliau, aku membelai kepala si bagus. aku katakan padanya "yang sabar ya, nanti cepat-cepat kau kubawa ke dokter", entah apa ia mengerti apa yang kuucapkan, semoga saja ia mengerti. kucing putih dengan loreng hitam abu itu mengelayutkan matanya untuk kembali tidur, aku hanya tersenyum sedih melihatnya "biarkan saja si bagus tidur, nanti ibu belikan ikan patin untuknya", ibu berkata sembari merapikan tumpukkan koran di meja ruang tamu. tak lama setelahnya, kucium tangan ibu dan bapak lalu kemudian aku pun pamit berangkat kerja.

***

waktu berlari cepat sekali, melewati himpitan sesak tugas-tugas yang kulalukan dan kini waktunya pulang, dijalan macet sekali selain karena hujan memang jalan ciputat yang biasa kulalui ini terkenal macet, satu jam setengah aku habiskan beradu kesabaran dengan ratusan kendaraan lain. aku sampai. tepat saat adzan maghrib ketika aku pulang ke rumah, lalu kulihat dik win menangis sesegukan "mas, si bagus disambit lagi" aku kesal sekali mendengarnya, apa yang mereka mau?. hatiku panas.

seusai ibadah aku ketuk pintu tetanggaku itu, sekejap ada niatan untuk membalasnya tetapi aku tahan karena melihat mata perempuan tua yang berkaca-kaca, tubuhnya yang kuyu, sedang di dalam rumah suaminya terkulai lemah, mereka hanya berdua, aku tahu anak lelakinya yang pengangguran itu jarang dirumah karena dia sibuk menghuni jalan raya, lalu perempuan itu berkata "maafkan saya jika saya punya niat untuk memakan kucing itu, tapi saya memang sudah tidak memiliki apapun untuk dimakan", aku merasa ditampar keras, tetangga yang bahkan selalu menunjukkan gengsi terhadap keluarga kami itu berkata bahwa sekarang dia tak punya apapun untuk dimakan.

tak sempat membalas pernyataan tetanggaku itu, aku kembali ke rumah, rumah kami memang hanya dibelah sebuah gang kecil. sampai di rumah aku kabari kabar itu kepada dik win, ibu, bapak serta mas Lik persis seperti apa yang dikatakannya, mereka semua terkejut mendengar kabar yang ku bawa dan tak berpikir terlalu lama kami sekeluarga lalu menyambangi rumah tetangga kami itu dengan sedikit buah tangan yang kami harap dapat membantu, tapi ketika kami memasuki rumah yang tak dikunci itu setelah salam yang kami teriakan belum juga dibalas, di dalam rumah itu kami mendapati sepasang suami istri itu terkulai di kasur, satu lengan mereka saling berpegangan, serta lengan yang lain masih kaku menggengam kuat di leher pasangannya.

kami hanya terdiam,separuh nyawa kami seperti hampir terenggut... tak lama warga kampung pun ramai memadati, polisi dan beberapa wartawan juga sibuk mencari-cari data. kami pulang dengan sebuah kegundahan, dan si bagus masih tertidur dekat rak sepatu kami. aku pun membelainya.
foto: Dokumentasi pribadi

Kenangan

aku masih melihat jejak kaki di pasir, dia tidak jauh pikirku. akan kukejar dia kemudian akan ku arahkan langkahnya kembali, tetapi kembali kemana? sejenak pikirku melambung, entahlah aku juga masih belum tahu, belum mengerti dan belum ingin mengerti. ku endus jejak kaki itu, aku yakin ini adalah wangi telapak kakinya, telapak yang biasa ia cuci dengan mawar. aku berlari dan tak sengaja dalam panik aku mengingat sebuah senyum sungging di sudut bibirmu, aku akan menemukannya dan akan membawanya kembali demi dua malaikat kami, tekadku.

angin memang enggan berhuyung sebab mentari pun sudah di sepenggal hilang. tak ada siapa-siapa hanya lambaian pohon kelapa dan air laut yang kejang menghantam. ku kejar langkah kaki itu, kutelusuri setiap langkahnya. matahari perlahan lenyap sudah, bulan mengganti kedudukannya, aku berlari karena ku tahu waktunya hanya sebentar, di ujung pulau lampu-lampu dermaga sudah berkilauan sebentar lagi ia akan pergi.

tetapi jejak kakinya berhenti disini, tak ada jejaknya lagi. mungkin air laut telah mengusap jejak kaki itu hingga serupa semula yaitu hanya seonggok pasir tanpa kenangan, tetapi mungkin juga ia bersiar bersama pesiar yang sore tadi berlabuh disini, lalu kemana jejak itu? aku singgah di tempat kali terakhir kakinya berjejak, ku pandangi jejak itu dan aku tersenyum. bahkan dengan hanya melihat jejaknya pun sudah membuat aku bahagia, untuk apa lagi ku meminta ia kembali.

ku raup pasir bekas jejaknya itu lalu kuusapkan pada seluruh wajahku, kuharap dengan begitu semua kesan dan kenangan tidak akan hilang. di penghujung dermaga aku melepas kepergian kapal terakhir sore ini sembari mengusap dadaku yang lapuk. diantara sepenggal kisah, aku hanya ingat senyumnya, senyum yang kini diwariskan kepada dua malaikat. malaikat yang kelak akan selalu mengingatkan aku terhadap arti kebahagiaan. hmm,, ia telah pergi berlayar bersama perahu yang entah akan berujung pada dermaga mana? walaupun tanpa sebuah ucapan dan pesta perpisahan, namun di titik ini aku tersenyum, karena seumur hidupmu aku yakin kau akan selalu mencintaiku..

pasir itu menari-nari disapu air yang perkasa, aku masih tersenyum sampai dua malaikat kecil di belakangku memanggil "mama..." lalu aku tersadar dan memeluk mereka diantara lembayung turun matahari jingga.

jejak di pasir serta kenangan akanmu..
senyum yang kau wariskan kepada dua malaikat
foto : kotikumpun.blogspot.com

Menunggu diantara mati


ah.. bosan rasanya menunggu seperti ini, ingin rasanya bertengkar dengan siapapun, ingin rasanya aku menjitak presiden kita yang bodoh, ingin rasa membakar atribut kemapanan, atau berjalan dengan senjata api dan menodong setiap orang tolol yang merusak keindahan kota, entah apa hubungannya denganku?  memang kalau sudah urusan menunggu rasanya sangat tersiksa, aku ingin sekali bertanya "apa perlu kita menunggu?", "haruskah selama ini?" ini semua lebih seperti sebuah perjudian apalagi kalau yang ditunggu tidak ada kabar. ayolah kawan aku ingin segera melepas lelah ini, membagi secuil kisah hidup yang agak membosankan padamu disana. sudah berapa bulan ini hidupku dicecapi ragam rasa, ya memang hidup harus seperti ini tetapi rasa yang fluktuatif ini justru terlampau dinamis bergerak, setelah sangat senang lalu aku sangat sedih, dan seterusnya -seperti roda kendaraan yang terlalu cepat dipaksakan berlari- malas rasanya merasakan hal ini karena aku merasa seperti ada kekuatan besar yang mempermainkan aku.

senin pagi, ketika orang-orang malas terlelap di dalam tidur, aku terjaga tetapi aku tidak mengerti untuk apa. katanya pagi ini aku harus kembali menunggu, kepastian yang dipastkan atau kembali penantian yang dinantikan.. ah percumalah bagiku untuk merangkai pertanyaan-pertanyaan lagi, karena hanya akan menambah daftar pertanyaanku yang tak pernah terjawab. burung-buru besi, di atas rumah sakit sudah mulai lalu lalang tanda udara tak pernah istirahat, sekejap libasannya membuat jaringan sinyal televisi menjadi kabur. biasanya pagi seperti ini mataku masih sembab menahan kantuk, tapi pagi ini kenapa hanya kesal?

beberapa kabar yang datang dari beberapa orang sangat berlainan. dokter katakan aku akan mati malam ini juga, sedang suster mengatakan aku masih memiliki waktu satu minggu, sedang aminah istriku mengatakan aku tidak akan mati, aku akan selalu ada di hatinya, berulang kali ia katakan itu di daun telingaku. apa-apaan ini semua? sedang yang kurasa tubuhku seperti lelah sekali, hanya pikiranku yang kembali berontak kejang, seadainya dokter benar aku akan mati malam ini, aku rasa lebih baik aku bunuh diri agar dokter tak pernah benar, pun hal yg sama akan kulakukan pada pernyataan suster dan istriku. aku tak mau seorang benar dalam meprediksi hidup dan matiku.

Tuhan, pagi ini aku sangat lelah, mari kita bertemu sejenak untuk berbincang tentang segala sesuatu. aku sudah lelah dengan jutaan draf pertanyaan yang nyatanya tak ada yang bisa menjawab selain Engkau. maka kasur ini sudah ku rapikan dan ku tata dengan cantik untuk menyambut kedatanganMu, Engkau tahu bukan bahwa aku tak akan lama lagi hidup. aku sudah bosan menunggu mati setelah terakhir kali jantungku bersikeras untuk tetap berdetak, entah aku sangat bosan. ingin rasanya merasakan hidup pada kadar dan situasi yang berbeda, entah sebagai jin, iblis atau malaikat penghuni surga. tuhan mari silahkan kau menyambangi tempatku berbaring ini, kita hanya akan bicara empat mata, tentang segala rahasia.

teman-temanku sudah terlebih dahulu menghiasi tembok dunia lain dengan warnanya masing-masing, ada yang sesekali berkunjung dalam mimpiku dia memintaku menyusulnya, katanya Engkau menjamunya dengan aneka hidangan? Tuhan, entah apa yan harus kutulis menjadi sebuah permohonan kepadamu, ku tahu hampir setiap hari di rumah istri dan anak-anakku pun  lelah menangis, terlihat dari kantung mata yang membesar ketika mencoba menjadi tegar di hadapanku. aku sudah bosan menunggu mati, lelah, teramat jengah dan berbagai rasa yang mengejewantah dalam definisi kata-kata ini.... mari kita berbincang!!

MARI KITA BERBINCANG.... sudah tidak ada waktu lagi, cepatlah Tuhan, atau jika tidak setan akan mengepungku dan mengambil jiwaku. cepat-cepat selamatkan aku. ku lihat tubuhku kejang dan dokter sudah menyiapkan sunti mati untuk sel-sel yang masih hidup di dalamnya, di luar ruang kaca rumah sakit anak dan istriku menjerit histeri tandak takluk akan kuasaMu ya tuhan.. sedang iblis sudah melakukan ritual menarinya.. tolong ya Tuhan, selamatkan aku.. aku sudah bosan berkawan dengan segala kehampaan, setan dan jin dengan genderang yang menghasut pada rona kehidupan selama ini.. MARI KITA BERBINCANG!!!!!

dalam hitungan jam mungkin semua akan berubah, aku akan menjadi seonggok mayat dan dunia akan kembali berjalan. untuk sekadar menimbang, aku akan kabarkan bahagia kepada mereka yang percaya, aku telah berbincang dengan Tuhan, dalam pertemuan sempit diantara hidup dan mati. mungkin juga sosok itu bukanlah Tuhan melainkan setan, tapi ada kata2 Tuhan atau setan yang kuingat..

ia hanya mengatakan "mari kita BERPESTA!!" :)
 
foto : Dokumen pribadi

Sisi lain Jakarta



tak ada yang pernah berpikir bahwasanya kota Jakarta bukan sesempit persoalan-persoalan itu-itu saja yang mudah ditemui di surat kabar, seperti banjir, macet, kriminalitas dan pengangguran, tetapi masih ada kemurungan lain. tulisan ini berawal dari kekesalan saya atas pasukan oranye pendukung Persija, sore itu tim kebanggaan mereka berhasil mengalahkan musuh bebuyutan Persib. tumpah ruahlah mereka di jalan dari mulai jalan Pintu Gelora IX Senayan sampai Hotel Mulia dan dari  jalan Pintu Gelora I sampai jalan Sudirman, seakan komplek Stadion Utama Gelora Bung Karno itu dikepung oleh ribuan pendukung Persija -banyak juga yang datang dari pinggiran Jakarta seperti Bekasi,Tangerang dan Depok- dan memang di kala seperti ini superioritas suporter sangat tinggi sedikit saja menyulut api provokasi ya sudah bisa gawat jadinya.

kebetulan sore itu saya sudah punya janji dengan seorang teman ingin menonton pertunjukan monolog, sepeda motor yang sebelumnya saya kebut melaju tanpa hambatan melewati jalan Iskandar Muda lalu jalan Pakubowono sampai jalan Hang Lekir tiba-tiba mandek dan terjebak macet di jalan Asia-Afrika Senayan, "ada apa gerangan"  sayup-sayup terdengar suara dari kejauhan terdengar hiruk pikuk yang lebih layak disebut sebagai teriakan daripada nyanyian. semua kendaraan berhenti tak jalan satu centimeter pun, statis kaku memadati sampai kebahu jalan yang di jajah pengendara motor. akhirnya beberapa polisi mengurai masa pendukung Persija itu menjauh dari jalan dengan cara yang menurut saya agak sopan -terkhusus bagi polisi- akhirnya berbagai kendaraan bisa berjalan perlahan seperti canggung melewati kerumunan oranye -warna yang diadopsi dari kolonialis belanda- takut pola tingkah mereka bisa merusak kendaraan kesayangan kami. tapi hanya beberapa puluh meter pendukung Persija kembali merangsek ke jalan, alhasil macet kembali melanda. di samping kiri sepeda motor saya ada sebuah mobil bagus entah mereknya apa mungkin ford atau apa, lalu di samping kanan saya ada angkot biru yang di hiasi dengan atribut Persija yang sedang parkir dengan beberapa anak muda duduk di atasnya memukuli senar drum.

saya sebelumnya tidak tau jika mobil di samping kanan saya ini dikendarai seorang wanita cantik sampai pendukung Persija yang berusia tanggung itu berteriak "jablay.. jablay" sambil bertingkah seolah -maaf- sedang senggama menggerakkan daerah kemaluaanya maju mundur. sebenarnya saya jengkel dengan mereka, kalau saja jumlahnya masih itungan jari mungkin bocah tanggung ini tidak berani bertindak seperti itu. kulihat wanita yang mengendarai mobil itu tidak menghiraukan dan terlihat begitu nyaman dalam mobilnya dengan alunan lagu dan kaca yang tertutup rapat. saya mengerti apa yang sedang ia pikir, mungkin sama seperti saya juga yang berpikir kapan kendaraan saya bisa melalui jalan ini. tepat di depan Hotel Atlet Century Park gerombolan pendukung persija yang berjalan kaki dari pintu satu senayan datang. "persib k***l,,, persib A****g" begitu berulang-uang mereka berteriak-teriak terhadap pengguna jalan yang terjebak macet parah. lalu entah angin apa ada teriakan yang bilang "ayo sweeping suporter persib, pukulin,,bunuh.." akhirnya mereka memeriksa kami pengguna jalan layaknya polisi yang memilik hak.

tambah macetlah jalan Pintu Gelora I, padat sekali, puluhan anak berusia tanggung itu saya jamin sebenarnya tak tau apa yang mereka lakukan. tiba-tiba saja mereka menjadi berkuasa, di belakang saya para pengendara atau boncenger wanita sudah turun bergegas pergi ke arah Fx dan mencari suaka perlindungan sekuriti disana dan meninggalkan kendaraan mereka di jalan. lalu semakin menjadilah ulah pendukung Persija ini mereka mengintrogasi beberapa orang. "Viking??", ditujukan ke semua orang termasuk saya. pemuda kurus dengan kulit hitam dan jerawat di mukanya bertanya pada saya "Viking?", saya jawab "bukan", "ni motor lu warna biru", saya diam pasrah motor saya di cuil-cuil oleh orang itu, setelah itu saya terselamatkan entah oleh apa, tiba-tiba kerumunan orang beridentitas oranye itu pergi ke jalan Sudirman -mungkin mereka mengejar bus untuk pulang- maka terurailah kerumunan di jalan dan motor pun bisa menembus jalan Pintu Gelora I.

sejujurnya hati saya kesal bukan kepalang, soalnya karena tingkah mereka menyandera saya dalam kemacetan dan sweeping bodoh hampir selama 30 menit di bilangan Senayan, rencana menonton monolog pun batal karena teman saya tak kunjung membalas pesan kiriman saya ke telepon selulernya. sisi lain Jakarta, sisi kemurungan lain yang justru datang dari segelintir orang yang mengaku yang Mpunya Jakarta, ironis sekali laku mereka. mengingat kejadian itu saya seperti disadarkan dengan pertanyaan "sebenarnya siapa yang salah dalam hal ini?" pendidikan atau lingkungan? saya tak berani berasumsi toh kampus-yang katanya tempat berkumpulnya intelektual- saya kuliah saja masih ada perkumpulan suporter Persija walau hanya bilangan hitung puluhan.

balik lagi pertanyaan saya lempar kepada anda, diantara persepsi tentang kemapanan berpikir warga Jakarta kita semua menemui duri dalam daging, identitas warga Jakarta yang mencemari ketenangan kita semua hanya demi sebuah klub sepakbola. lalu pertanyaan dilontarkan kepada siapa ketika kita melihat sesama pendukung Persija itu saling bernafsu membunuh satu sama lain, terlebih di dalamnya begitu banyak melibatkan kaum muda belia yang belum sama sekali mengerti tentang keberadaannya di stadion dan menyanyikan yel yel yang hampir sama terdengar dari puluhan stadion di Indonesia itu.

mari kita renungi sisi lain kemurungan Jakarta dan bertindak atas nama tanggung jawab intelektual kita.





 
foto: google key search "persija"

Malu berkarya, Sesak matinya #4

Euforia sesaat di gelanggan seni maha luas..

malu berkarya, sesak matinya...

dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. agaknya pepatah lama ini masih menancap kuat dibenak kita semua melesap di segala kegiatan kita termasuk dalam hal berkesenian khususnya teater. sebelum membuat tulisan ini saya melihat-lihat album foto milik salah satu teman jejaring sosial saya, album foto itu berisi perihal kegiatan berkeseniannya, ada dorongan dalam diri saya untuk menikmati kembali keindahan pentas seni tetapi saya kembali berpikir bahwa saya tak boleh egois memaksakan kehendak saya pribadi mengenyampingkan kebutuhan berbagai pihak untuk menambah jam terbang mereka. di foto ini saya lihat kebanggan tersendiri dari pelaku kesenian itu -teman saya- dan bagi saya tak ada pencapain yang paling indah selain sukses dalam berkesenian.

bagi mereka yang baru berpijak pada ranah kesenian khususnya teater tentu hal ini semacam euforia sesaat, terlebih mereka tidak dibarengi dengan bekal ilmu yang mumpuni untuk menjawab semua persoalan yang ada. nampaknya hal ini adalah warisan yang salah, diwariskan oleh golongan alumni yang salah kaprah memandang kesenian, salah kaprah memandang eksistensi dari seni itu sendiri sehingga euforia ini terus berkelanjutan. saya jadi ingin membahas curahan hati salah satu sahabat saya mengenai jawaban atas pertanyaan "apa itu arti teatrikal" yang kemudian dijawab -oleh yang saya anggap euforia- "teatrikal adalah gerakan", lucu memang tapi tak pantas untuk kita tertawakan karena kita punya tanggung jawab yang sangat besar disitu, meluruskan kekeliruan-kekeliruan yang terjadi.

yang harus ditekankan disini bukanlah siapa yang lebih baik seperti festival kesenian yang ujung-ujungnya hanya menjadikan seni sebagai komoditas persaingan yang keliru. sudah saatnya lah insan kesenian bergerak ke arah yang lebih luas yaitu memandang seni sebagai sarana bagi refleksi manusia, seperti apa yang diungkapkan oleh Kang Iman Soleh dalam wawancara dengan salah seorang teman saya, bahwa "bukan soal pentasnya yang sukses atau tidak, tetapi setelah pentas itu penonton dapat apa", ya benar apa yang di dapat penonton setelahnya? apakah kita akan tetap dihantui persepsi orangtua kita bahwa berteater itu jingkrak-jinkrak,jungkir balik, guling-guling gak jelas kayak orang gila? atau malah kita memberikan pemahaman baru terhadap mereka bahwa pencapaian dalam teater adalah mengenai nilai estetis, keindahan visual, dialog, yang telah sukses saya lakukan untuk mengubah paradigma ibu saya terkasih ketika beliau menghadiri pertunjukan saya bersama teman-teman di Gedung Kesenian Jakarta tahun lalu.

ya itulah tugas kita, mempromosikan seni khususnya teater kepada semua elemen yang selama ini bersebrangan dengan alur proses kreatif yang kita jalani. berkarya memang bisa diciptakan lewat berbagai bentuk tanpa mengurangi esensinya sebagai karya tentu, tapi dibalik itu semua kita harus mampu menempatkan karya-karya kita ini bukan sebagai hal yang berseberangan terlebih berlawanan dan konfrontatif, mari bertujuan bahwa karya kita saling menghidupi satu sama lain agar kita lebih mudah meraba persaudaraan sehingga tidak ada lagi bahasa saling mengalahkan tetapi saling melengkapi. hingga dicapailah suatu kepentingan bersama yang sinergi dan bisa saling menjaga keragaman yang ada dalam satu fondasi kuat bernama kemanusiaan.

kembali ke masalah album foto teman saya ini, pertanyaan yang mucul bagi saya adalah apakah salah euforia semacam itu? gelanggan seni khususnya teater memang maha luas dan solusinya tidak hanya dengan menjadi dikenal untuk mendobrak itu, tetapi ada jalan lain yaitu memberikan nilai tanggung jawab yang besar terhadap pentas-pentas yang kita lakukan. ada baiknya kita semua menjadi sosok yang inspiratif bagi kawan-kawan yang ingin menggeluti kesenian ini, bukan justru mereka diajarkan soal adat lama yang penuh persaingan dan kecurigaan melainkan nilai-nilai universalitas kesenian itu sendiri. bagi saya -yang tentu saja bukan siapa-siapa- hal ini merupakan kesalahan pola pikir sejak awal ketika kita berkomitmen perihal ini. dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung, bagi saya tidak salah namun penerapannya harus tepat dan sesuai bukan berarti kita menjadi manusia yang dibutakan kebanggan sendiri tanpa memiliki tanggung jawab terhadap kawan-kawan kita yang lain yang sejujurnya diajarkan mengenai adat lama kesenian tersebut.

euforia sesaat di gelanggang seni maha luas,
maju-mundur, tarik-ulur, buka-tutup
seni ideal demi kemanusiaan...



foto: dokumen mallickart.blogspot.com

Malu berkarya, Sesak matinya #3

ketika saya menulis catatan kecil ini saya sedang ditemani oleh speaker majelis taklim di masjid depan rumah tempat ibu-ibu mengaji siang, menurut Ustadzah -maaf saya tidak tahu nama beliau terkasih ini- ada sepuluh poin kebahagiaan yang dibagi dua, lima untuk akhirat dan lima lagi untuk dunia. tidak sampai tiga puluh orang ibu-ibu yang mengaji tetapi sungguh mendamaikan ceramahnya, berbeda dengan khutbah jum'at yang selalu menggebu-gebu dan terlalu lama sehingga kebanyakan jama'ah tertidur pulas.

usatdzah berkata menurut hadist -saya lupa riwayat siapa-, ada sepuluh kebahagiaan dunia dan akhirat, tetapi saya hanya tertarik membahas lima kebahagiaan di dunia yaitu:

1. ilmu, hanya orang yang berilmu yang bisa merasakan bahagia.
2. ibadah, hanya orang yang mengabdi kepada Allah ta'ala yang bisa merasakan bahagia.
3. Halal, hanya orang yang melakukan segala yang dihalalkan yang bisa merasakan bahagia
4. sabar, hanya kesabaran yang bisa menyingkap kenikmatan ihkas dan merasakan bahagia.
5. syukur, hanya orang yang pandai bersyukur yang bisa merasakan bahagia

sejujurnya berkarya adalah tugas bagi setiap manusia di dunia ini, bahkan ada pepatah yang berbunyi "gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang,, manusia mati meninggalkan nama"  lalu akan seperti apakah nama kita dipandang orang kelak setelah kita berpulang kepada sang maha penggenggam? apakah hanya dikenal oleh penjaga kuburan dan sanak keluarga saja? atau lebih dari itu, nama kita mengharumi dunia seperti Salahudin Al ayubi? tapi apa karya kita hingga kita ingin seperti Salahudin yang dikenal melintasi lingkaran bumi. Salahudin sudah berkarya dalam peradaban dunia karena kegagahannya melawan provokasi kontroversi investiture di Yerusallem dan Anthioch sampai pada perang salib.

tapi saya bukan akan membahas Salahudin Al Ayubbi kalau anda tertarik dengan Salahudin, anda bisa membaca buku karya Thariq Ali yang berjudul Books of Saladin -saya hanya membaca sedikit-. disini saya ingin mengandaikan bahwa berkarya itu berbahagia, seperti yang diungkap ustadzah di atas tentang kebahagiaan yang memiliki lima poin, lalu pertanyaannya dimana letak karya? letak karya ada di poin pertama, ilmu.. ya orang beilmu akan bisa berkarya, dan mereka -menurut hadist- adalah orang-orang yang akan bahagia. bentuk karya tentu saja bisa bermacam-macam tergantung ilmu yang kita kuasai asal muaranya adalah demi kemanusiaan bukan demi kepuasan semata. orang yang berkarya demi kepuasan adalah mereka yang lebih patut hidup jaman batu besar ketika semua saling intimidasi demi kepuasan belaka.

berkarya demi kemanusiaan, mengangkat martabat kita selaku manusia yang derajatnya sudah di tenggelamkan ke dasar oleh pihak-pihak yang berkarya atas dasar kepuasan. bukan perkara uang dan pujian tapi sebuah ketulusan, kefasihan dalam meraba kehidupan, memberikan pengantar bagi adik pejuang untuk segera melanjutkannya atau membuat karya nyata dengan tanggung jawab penuh secara keilmuan dan lingkungannya. coba tanyakan pada orang-orang yang mengaku profesor, arkeolog dan berbagai disiplin ilmu barat itu bagaimana teori terbentuknya bumi? bulan? matahari? mars? dan lebih luas lagi galaksi? apakah teori big bang sanggup menjawab? serahkanlah masalah itu pada Dzat yang berhak menjawabnya yaitu Tuhan segala alam, biarlah kita berkutat pada lingkungan kita dan semua yang terdikte di dalamnya.

mengapa orang terlalu menganggap makna berkarya dengan terlalu kerdil, hanya sekadar mencipta lalu selesai perkara. padahal ada beberapa perkara bawaan setelah kita berkarya. malu berkarya, sesak matinya... saya terus terang sedang menggapai angan-angan saya untuk melihat karya dari berbagai sisi, bukan hal yang berdiri sendri. kesendirian hanya cukup tersemat pada mereka yang otaknya sedikit mengalami gangguan, semisal orang stress, depresi dan terlebih lagi yang tidak waras. saya mencari-cari bentuk karya yang dapat dilihat, dihayati dan direnungi dari berbagai perspektif yang mungkin saja rumusannya kelak menjadi dasar pijakan -walaupun rapuh- bagi orang lain.

pertanyaan yang sering muncul dari beberapa teman adalah mengapa saya selalu menjadi kompor saja? mengapa saya tidak bicara kepada semua orang, kenapa harus memilih? saya jawab, tidak yakin semua orang bisa/mau/memiliki kesadaran akan potensinya, kebanyakan mereka harus dipacu, ditantang, dibujuk rayu agar terus berkarya. lalu apa negatif menjadi kompor disaat seperti itu? bahkan Malu berkarya, sesak matinya pun dianggap judul yang mengopori yang lain. ya justru itu tujuannya, mengapa saya tidak tag-in kawan-kawan sekalian? karena saya anggap hanya mereka yang peduli pada potensi sendirilah yang mau peduli pada potensi orang lain.

jangan berbicara tentang bagus atau tidak, tetapi berbicara tentang mau apa tidak. bagus atau tidak itu belum meiliki satuan ukur yang jelas karena hanya disiplin ilmu pasti yang meiliki alat satuan ukur semacam itu, tetapi jika berbicara mau atau tidak? saya nilai bagi mereka yang mau itu sudah menunjukkan betapa luar biasanya yang bersangkutan. ada lima kebahagiaan dan ilmu menempati urutan pertama, bisakah anda bayangkan jika Ibnu Sina, Ibnu Al Haitham, Abbas Ibnu Firnas,dan Jabir Ibnu Hayan tidak berkarya? tentu hidup kita akan selit mengkelit dan masih suram.

mengapa saya mengambil contoh para penemu dari kalangan muslim? sejatinya saya tertarik dengan tulisan Ali Akbar Velayati yang menganggap bahwa keilmuan ditangan kalangan muslim memiliki tanggung jawabnya dan saling hidup menghidupi dengan keilmuan lain, berbeda dengan keilmuan ditangan barat yang semakin hari justru diejawantahkan menjadi beragam disiplin semakin mencari perbedaan dan digarap dengan asal hanya untuk mencari apa yang dinamakan keuntungan bagi diri sendiri, kaum sendiri, bangsa sendiri dan mengorbankan individu di luar mereka.

malu berkarya, sesak matinya.

saya yakin kesadaran akan tiba dengan berbagai tahap, dan berkarya memang tidak mudah. kekeliruan kita adalah ketika kita justru bertanya kepada orang lain karya apa yang bisa kita lakukan? padahal kesadaran itulah yang akan menuntun kita, ingat hanya orang yang mengetahui keinginannya dan tidak menyerah kepada propaganda dunia lah yang mampu berkarya, yang sejatinya akan membawa pada kebahagiaan dan kemaslahatan orang banyak. seperti karya tuhan yang paling agung yaitu beribadah, adakah satu agama pun yang mengajarkan kita beribadah secara sendiri? paling tidak selama saya mengentahui secara umum sepertinya belum ada. karena kesendirian tidak akan membangun kebahagiaan, adakah yang disebut keluarga tapi hanya ada seorang ayah/ibu/anak disitu?

mari kita berseru terhadap keluhuran Tuhan, kebaikan dari setiap nafas yang masih bisa kita gapai, berlomba-lomba mencari kebaikan dan menolong sesama. berkarya atas nama kemanusiaan, yang tidak bisa diejawantahkan oleh orang barat menjadi ras unggul, ras berwarna, ras pribumi atau jaman modern ini menjadi dikotomi agama-agama. ah apa gunanya lagi kita takluk kepada karya-karya barat yang usang itu? sudah saatnya kita berkarya sendiri mebuang jauh-jauh ilmu barat yang dibuat tanpa disertai tanggung jawab terhadap kemanusiaan.

malu berkarya , sesak matinya...
sudah berkarya, lepas tanggung jawabnya... itu pengecut.



foto : Dokumen kazegatana.wordpress.com