Privet!

selamat datang...

selamat menyantap hidangan kami.

Minggu, 26 Agustus 2012

si bagus dan sebuah cerita

"bu.. si bagus kenapa lagi?", aku bertanya sambil menyantap nasi telor kecap yang dibuatkannya pagi tadi, "itu, si bagus ditimpuk tetangga sebelah pakai sepatu", ibu membalas sembari mengelap kaca jendela rumah kami yang sudah penuh debu, aku kembali bertanya "kok bisa, memangnya si bagus salah apa?", ibu hanya tersenyum dan mengangkat alisnya "ndak tau, paling si nyuri ikan", hmm... aku agak panas mendengar jawaban ibu, mana mungkin si bagus mencuri sedang kami rutin memberi ia makan. kini si bagus lebih suka tidur, memang sebelumnya ia juga suka tidur tapi tidak seperti ini, matanya kuyu, kaki sebelah kanannya sedikit membengkak dan jalannya tertatih. kasihan si bagus.

si bagus adalah kucing milik kami sekeluarga, kami menyayangi bagus dengan cara masing-masing, ayah tidak pernah membelai si bagus tapi beliau suka memarahi si bagus jika tiba-tiba beliau mendapati ia tertidur di sajadah yang biasa beliau gunakan untuk sholat. lain lagi dengan mas Lik, dia sering bermain dengan si bagus, sering diam-diam dia menjahili si bagus dengan kantung plastik yang dimasukan ke kepala dan seketika si bagus akan berjalan mundur kelimpungan melepaskan plastik itu, biasanya kalau mas Lik sudah melakukan tindakan jahilnya ini kami sekeluarga terbahak-bahak.

dik win dan mama punya cara yang hampir sama menyayangi si bagus, mama menganggap si bagus adalah anaknya sendiri, sedang dik win menganggap si bagus adalah adiknya, "aku tidak punya teman lagi kalau ia dibuang, si bagus itu sudah seperti adik aku sendiri" sering dik win berkata seperti itu jika bapak sedang kesal dengan ulah si bagus dan berniat membuangnya. mama dan dik win memang sangat sayang dengan si bagus, makanya si bagus pun begitu senang dekat mereka, aku sering mendapati si bagus diam-diam masuk ke kamar mama atau dik win lalu terlelap disebelah mereka, biasanya pagi-pagi kami akan gaduh karena tertawa melihat peristiwa lucu itu.

aku memang sayang pada si bagus, tetapi kadang aku juga kesal oleh ulahnya. pernah suatu ketika si bagus mencakar dan menggigit tanganku, tidak sakit memang tapi efek kejutnya lah yang membuat aku geram, aku kesal sekali saat itu kemudian aku angkat tubuh si bagus dan menguncinya di kamar mandi, ia berteriak keras sekali sedang aku tertawa geli di depan pintu kamar mandi, memang kami sekeluarga tau si bagus tidak suka air, bahkan bila hujan turun ia cepat-cepat masuk mengumpat di bawah meja di ruang tamu kami.

pagi ini si bagus tak bergairah, memang selera makannya masih mantap seperti kemarin tetapi ia sudah melupakan selera bermainnya, kadang ia hanya tidur dan tak mau diganggu, seandainya kami belai, ia malah justru merintih sakit. kami tau hal itu karena kami sudah sangat sayang padanya. aku kesal sekali pagi ini, ingin rasanya ku ketuk pintu rumah tetanggaku itu dan bertanya apa maksudnya ia bertindak seperti itu, tapi ibu sudah mendahuluinya dengan nasihat, bahkan sebelum aku sempat mengucapkannya. beliau berkata "sudah toh le, biarkan saja. anggap saja mereka iri dengan keluarga kita yang diberi rezeki berkecukupan sampai-sampai bisa memberi makan kucing" ibu berbicara dengan sifat malaikatnya, dan biasanya ketika beliau berbicara seperti ini aku tidak akan kuasa membantah.

setelah menyantap nasi telor kecap buatan beliau, aku membelai kepala si bagus. aku katakan padanya "yang sabar ya, nanti cepat-cepat kau kubawa ke dokter", entah apa ia mengerti apa yang kuucapkan, semoga saja ia mengerti. kucing putih dengan loreng hitam abu itu mengelayutkan matanya untuk kembali tidur, aku hanya tersenyum sedih melihatnya "biarkan saja si bagus tidur, nanti ibu belikan ikan patin untuknya", ibu berkata sembari merapikan tumpukkan koran di meja ruang tamu. tak lama setelahnya, kucium tangan ibu dan bapak lalu kemudian aku pun pamit berangkat kerja.

***

waktu berlari cepat sekali, melewati himpitan sesak tugas-tugas yang kulalukan dan kini waktunya pulang, dijalan macet sekali selain karena hujan memang jalan ciputat yang biasa kulalui ini terkenal macet, satu jam setengah aku habiskan beradu kesabaran dengan ratusan kendaraan lain. aku sampai. tepat saat adzan maghrib ketika aku pulang ke rumah, lalu kulihat dik win menangis sesegukan "mas, si bagus disambit lagi" aku kesal sekali mendengarnya, apa yang mereka mau?. hatiku panas.

seusai ibadah aku ketuk pintu tetanggaku itu, sekejap ada niatan untuk membalasnya tetapi aku tahan karena melihat mata perempuan tua yang berkaca-kaca, tubuhnya yang kuyu, sedang di dalam rumah suaminya terkulai lemah, mereka hanya berdua, aku tahu anak lelakinya yang pengangguran itu jarang dirumah karena dia sibuk menghuni jalan raya, lalu perempuan itu berkata "maafkan saya jika saya punya niat untuk memakan kucing itu, tapi saya memang sudah tidak memiliki apapun untuk dimakan", aku merasa ditampar keras, tetangga yang bahkan selalu menunjukkan gengsi terhadap keluarga kami itu berkata bahwa sekarang dia tak punya apapun untuk dimakan.

tak sempat membalas pernyataan tetanggaku itu, aku kembali ke rumah, rumah kami memang hanya dibelah sebuah gang kecil. sampai di rumah aku kabari kabar itu kepada dik win, ibu, bapak serta mas Lik persis seperti apa yang dikatakannya, mereka semua terkejut mendengar kabar yang ku bawa dan tak berpikir terlalu lama kami sekeluarga lalu menyambangi rumah tetangga kami itu dengan sedikit buah tangan yang kami harap dapat membantu, tapi ketika kami memasuki rumah yang tak dikunci itu setelah salam yang kami teriakan belum juga dibalas, di dalam rumah itu kami mendapati sepasang suami istri itu terkulai di kasur, satu lengan mereka saling berpegangan, serta lengan yang lain masih kaku menggengam kuat di leher pasangannya.

kami hanya terdiam,separuh nyawa kami seperti hampir terenggut... tak lama warga kampung pun ramai memadati, polisi dan beberapa wartawan juga sibuk mencari-cari data. kami pulang dengan sebuah kegundahan, dan si bagus masih tertidur dekat rak sepatu kami. aku pun membelainya.
foto: Dokumentasi pribadi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar